REPUBLIKA.CO.ID, Lidah, sebagai salah satu alat berbicara, dapat digunakan untuk taat kepada Allah maupun menuruti setan. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk keridhaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu Allah menaikkannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk kemurkaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka jahanam."
Kemampuan seorang Muslimah dalam menjaga lisannya ini benar-benar diperhatikan Nabi Muhammad. Dalam sebuah hadis diceritakan, sahabat yang bertanya kepada Rasul, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya perempuan itu rajin shalat, rajin sedekah, rajin puasa. Namun, dia suka menyakiti tetangganya dengan lisannya."
Nabi pun berkomentar, "Dia di neraka." Para sahabat bertanya lagi, "Ada perempuan yang dikenal jarang berpuasa sunah, jarang melaksanakan shalat sunah, dan dia hanya bersedekah dengan potongan keju. Namun, dia tidak pernah menyakiti tetangganya." Rasulullah menjawab, "Dia ahli surga."
Hal ini membuktikan betapa kuatnya pengaruh lisan atau ucapan terhadap kedudukan seseorang di akhirat nanti. Kebiasaan seorang Muslimah yang membicarakan orang lain (menggunjing atau gibah) sebaiknya dihentikan.
Sebab, pahala orang yang menggunjing akan hilang dan diambil orang yang dibicarakan. Nabi bersabda, "Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga istiqamah hatinya. Dan tidak akan istiqamah hati seseorang sehingga istiqamah lisannya." Rasulullah SAW berkata, siapa umatnya yang dapat menjaga lisannya, Allah akan menutupi keburukannya.
Dalam banyak hadis, Nabi SAW tidak berhenti untuk memperingati sahabat-sahabat dan umatnya agar menjaga ucapan dan apa pun yang dikeluarkan dari lisan mereka. Jika seseorang itu merasa ragu ucapannya akan membawa masalah, sebaiknya ia diam. Tidak heran jika kemudian muncul sebuah peribahasa, diam itu emas. Apa pun yang dibicarakan umat hendaknya sesuatu yang membawa kebaikan. Jika tidak, diam lebih baik. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi, "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam."
Imam an-Nawawi pernah berkata, "Ketahuilah, seharusnya setiap mukalaf (orang yang berakal dan baligh) menjaga lidahnya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang jelas maslahat padanya. Ketika berbicara atau meninggalkannya itu sama maslahatnya, menurut sunah adalah menahan diri darinya. Karena, perkataan mubah bisa menyeret kepada perkataan yang haram atau makruh. Kebiasaan ini bahkan banyak dilakukan, sedangkan keselamatan itu tidak ada bandingannya."
Sementara itu, Yahya bin Mu'adz berkata, "Hati itu seperti periuk dengan isinya yang mendidih. Sementara itu, lidah itu adalah gayungnya. Maka, perhatikanlah ketika seseorang berbicara. Karena, sesungguhnya, lidahnya itu akan mengambilkan untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis, pahit, tawar, asin, dan lainnya. Pengambilan lidahnya akan menjelaskan kepadamu rasa hatinya."
Seorang Muslimah yang dapat menjaga lisannya mendapatkan banyak keuntungan. Salah satunya, ia dijanjikan masuk surga oleh Rasululah SAW. "Barang siapa yang dapat memberikan jaminan kepadaku tentang kebaikannya apa yang ada di antara kedua tulang rahangnya, mulut atau lidah, serta antara kedua kakinya, kemaluannya, maka saya memberikan jaminan surga untuknya."
Selain itu, bagi Muslimah yang dapat menahan diri dari membicarakan hal-hal yang membawa keburukan, ia dijanjikan akan dijauhkan dari panasnya api neraka jahanam. Ia juga akan dihindarkan dari kebinasaan.
Seseorang yang banyak diamnya dan tak suka mengumbar ucapan yang sia-sia biasanya ia lebih sering menghabiskan waktunya untuk berpikir. Apabila ia berpikir tentang kebesaran Allah SWT, mengingat akan nikmat yang telah didapat, dan mengingat kematian, maka kadar keimanannya pun juga akan bertambah. Menjaga lisan termasuk dalam perbuatan yang meningkatkan iman seseorang.