REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Sapto Andika Candra
Minimnya ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis yang menangani pasien corona masih menjadi salah satu masalah utama di berbagai daerah saat ini. Saperti yang terjadi di RSUD Ratu Aji Putri Botung Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, para tenaga medis memanfaatkan jas hujan sebagai pengganti APD saat bertugas.
"Petugas medis di luar tim penanganan Covid-19 langsung, masih menggunakan jas hujan sebagai alat pelindung diri saat bertugas memeriksa pasien di ruang rawat jalan," ucap Direktur RSUD Ratu Aji Putri Botung Jense Grace Makisurat ketika ditemui di Penajam, Senin (30/3).
Menurut dia, penggunaan jas hujan dilakukan para petugas medis di ruang rawat jalan tersebut, karena jas hujan dianggap aman, tidak ada pori-pori dan tidak tembus. Tim medis pelayan pasien rawat jalan yang seharusnya juga menggunakan APD, menurut Grace Makisurat, hanya menggunakan jas hujan untuk meminimalisir kemungkinan terinfeksi berbagai jenis virus atau kuman lainnya.
Penggunaan jas hujan oleh petugas medis di ruang rawat jalan tersebut, katanya, karena persedaiaan baju khusus pelindung diri yang dimiliki RSUD Ratu Aji Putri Botung Kabupaten Penajam Paser Utara masih sangat terbatas. Persediaan baju khusus pelindung diri yang dimiliki RSUD Ratu Aji Putri Botung dari bantuan pemerintah pusat dan dari seseorang warga Indonesia yang tinggal di negara Qatar disiapkan untuk petugas medis yang menangani langsung pasien Covid-19.
Penanganan satu pasien Covid-19 jelas Grace Makisurat , bisa menghabiskan 13 lembar baju khusus pelindung diri dalam satu hari. Sedangkan, APD yang tersedia saat ini sangat terbatas.
"Baju khusus pelindung diri yang tersedia saat ini hanya sekitar 99 lembar, APD itu bisa untuk empat penanganan pasien Covid-19, maksimal untuk perawatan selama tiga hari," ujarnya.
"Jadi APD bantuan yang ada saat ini akan dikhususkan untuk petugas medis yang menangani pasien COVID-19 di ruang observasi dan isolasi," ucap Grace Makisurat.
Keterbatasan stok APD juga terjadi Depok, Jawa Barat. Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok Dadang Wihana mengakui persediaan APD di Rumah Sakit dan Puskesmas saat ini sangat terbatas.
"APD sangat langka di pasaran sehingga kami kesulitan dalam pengadaan barang, akan tetapi kami terus berupaya mengakses ke banyak distributor untuk penyediaan APD ini," katanya.
Menurut Dadang pihaknya hingga saat ini belum menerima bantuan kiriman APD dari provinsi. Adapun, bantuan dari pemerintah pusat diberikan sangat terbatas bersamaan dengan alat rapid test.
Dadang juga mengakui adanya tenaga kesehatan di Puskesmas yang menggunakan APD yang dimodifikasi dari jas hujan memang benar adanya. Pihaknya mengakui bahwa itu adalah kreasi dan swadaya para tenaga kesehatan di tengah keterbatasan APD pada situasi yang sangat darurat.
"Itulah bentuk perjuangan mereka para tenaga kesehatan, kita harus hargai dan ucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas pengorbanan mereka," kata dia.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah memberi imbauan kepada para dokter dan petugas kesehatan yang tidak dilengkapi APD untuk tidak merawat pasien infeksi virus corona. Dalam sebuah surat pernyataan yang ditandatangani Ketua IDI, Daeng M Faqih, pada Jumat (27/4), disebutkan bahwa tidak tersedianya APD memungkinkan para tenaga medis terpapar virus.
"Jika petugas kesehatan nekat merawat pasien Covid-19 tanpa memakai APD maka akan langsung tertular dan sakit, sehingga mereka tidak bisa lagi bertugas dan justru menjadi beban perawatan," ujar Daeng saat dikonfirmasi oleh Republika.co.id pada Sabtu (28/3).
Fenomena keterbatasan stok APD untuk tenaga medis yang menangani pasien corona, belakangan diselingi kabar viral adanya pasangan suami istri (pasutri) yang berbelanja ke sebuah pusat perbelanjaan mengenakan APD lengkap atau yang populer disebut hazmat. Video pasutri itu pun kemudian viral dan menuai kecaman dari publik.
Kejadian pasangan yang menggunakan baju hazmat saat berbelanja di sebuah supermarket terjadi pada Sabtu (28/3) petang sekitar pukul 18.00 WIB. Sagala (27 tahun), seorang saksi mata di lokasi kejadian, menyebutkan bahwa, petugas supermarket di Mal Gandaria City, Jakarta Selatan sudah mencoba menegur terkait APD lengkap yang mereka kenakan. Sayangnya, dua orang tersebut sempat mengabaikan permintaan petugas dan memilih melanjutkan belanja.
"Pihak keamanan tanya kok mereka beli banyak untuk apa, yang laki-laki menjawab katanya untuk keluarga besar," ujar Sagala.
Permintaan petugas terkait baju hazmat yang dipakai kedua konsumen tersebut bukan tanpa alasan. Keduanya justru membuat pengunjung lain tidak nyaman dengan sikap berlebihan yang mereka tunjukkan.
Akhirnya, Sagala mengatakan, petugas keamanan memaksa keduanya untuk cepat menyelesaikan aktivitas belanja agar tidak mengganggu pengunjung lainnya. "Petugas meminta mereka cepat-cepat belanja. Sampai-sampai petugas bawakan troli mereka biar cepat kelar," jelasnya.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto ikut menyayangkan adanya warga sipil yang mengenakan APD lengkap dan dipakai berbelanja ke mal. Semestinya, baju hazmat bisa disalurkan kepada para petugas medis yang saat ini paling membutuhkan untuk menangani pasien Covid-19.
"(Mereka) keterlaluan!" ujar Yurianto singkat, Ahad (29/3).
Yurianto menjelaskan warga cukup melakukan langkah-langkah pencegahan yang sudah disosialisasikan pemerintah agar terhindari dari penularan Covid-19, tanpa harus mengenakan APD secara berlebihan. Pertama, ujarnya, adalah melakukan penjagaan jarak fisik saat berkomunikasi dengan orang lain. Jarak minimal saat berbincang ini harus dijaga minimal 1,5 meter.
"Penularan ini dari orang yang sakit kepada orang sehat melalui kontak dekat. Penyakit ini ditularkan dari droplet dari orang yang sakit pada saat dia batuk, bicara, bersin, ke sekitarnya. Dan apabila ada orang sehat di sekitanya kurang dari satu meter, maka besar kemungkinan droplet ini terhirup masuk oleh orang yang sehat," jelas Yuri.
Langkah pencegahan kedua, rajin-rajin mencuci tangan dengan sabun. Yuri menjelaskan bahwa droplet dari orang yang terinfeksi virus corona bisa saja menempel di titik-titik yang biasanya disentuh orang seperti railing tangga hingga tombol lift. Dengan mencuci tangan sesering mungkin, Yuri mengatakan, masyarakat bisa menekan risiko penularan ke diri sendiri. Masyarakat juga diminta menghindari menyentuh wajah.
"Kita juga meminta siapapun yang menunjukkan gejala flu, seperti flu, demam, batuk kering, mungkin disertai pilek, sesak napas, gunakan masker. Agar saat dia batuk maka droplet tidak ke mana-mana," jelasnya.