REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Ahmad Syaikhu mendesak pemerintah segera menetapkan Jabodetabek sebagai daerah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal itu dilakukan untuk menghambat terjadinya penyebaran penyakit ke daerah lain.
Menurut Syaikhu, ini mendesak sebab sampai saat ini, pemerintah masih belum menetapkan Jabodetabek sebagai PSBB. Padahal, DKI Jakarta sudah menjadi episentrum Covid-19.
"Sesegera mungkin pemerintah harus menetapkan Jabodetabek sebagai PSBB. DKI itu episentrum Covid-19. Penyebaran virus semakin cepat dan tak terbendung," ujar Syaikhu.
Anggota Komisi V itu memaparkan, melihat situasi saat ini, pemerintah pusat sudah selayaknya menjadikan Jabodetabek sebagai PSBB. Sebab sejauh ini terlihat jelas lambat dan kurang koordinasinya pemerintah pusat dengan daerah.
Syaikhu mencontohkan Imbauan untuk tidak keluar rumah. Ini akhirnya tak berjalan optimal karena tidak segera diiringi pembatasan pergerakan orang ke daerah dan juga kurangnya bantuan sosial. Padahal, imbauan tersebut menyebabkan perekonomian melambat sehingga banyak perantau di wilayah Jabodetabek memutuskan untuk pulang ke daerah. Terlambatnya mengurangi pergerakan orang ke daerah, menyebabkan penyebaran wabah yang tidak terkendali dalam waktu satu bulan ini dan sudah menyebar ke 30 provinsi.
"Pemerintah Pusat terlambat. Masyarakat diimbau untuk tidak keluar rumah. Tapi tidak segera diikuti pembatasan pergerakan orang. Imbasnya akhirnya kian tak terkendalinya penyebaran Covid-19 selama satu bulan ini," papar Syaikhu.
Hingga saat ini, tepat satu bulan sejak kasus pertama diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret lalu, tercatat ada 1677 kasus Covid19 di 30 provinsi. Ada 157 kasus meninggal dunia atau tingkat kematiannya sekitar 9,36 persen jauh di atas rata-rata dunia yang hanya sekitar 4,4 persen.
Ini bisa terjadi, lanjut Syaikhu, akibat kurangnya pengawasan terhadap orang-orang yang datang dari luar negeri dan juga karena kurangnya pembatasan pergerakan orang di dalam negeri sehingga menyebabkan terjadinya penularan lokal.
Syaikhu juga mengungkap lambatnya penanganan wabah ini. Terbukti dari terbitnya PP No.21 Tahun 2020 yang baru dikeluarkan pada 31 Maret 2020. PP ini memuat kebijakan PSBB. Status PSBB di daerah dapat diusulkan oleh Pemerintah Daerah kemudian setelah melalui kajian, statusnya akan ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Namun, sampai dengan tanggal 1 April 2020 belum ada daerah yang ditetapkan untuk dapat menerapkan PSBB.
Di sisi lain terbit pula Surat Edaran Kepala BPTJ No.5 Tahun 2020, yang menghimbau agar Pemerintah Daerah di Jabodetabek segera mengurangi atau menghentikan pergerakan orang melalui pembatasan lalu lintas, padahal belum ada penetapan PSBB untuk wilayah Jabodetabek.
"Ini membuktikan betapa lambat dan tidak ada koordinasi antara pusat dan daerah dalam merespons wabah Corona," kata Syaikhu.
Padahal, sejak awal banyak desakan dari masyarakat maupun Pemerintah Daerah agar segera diberlakukan Karantina Wilayah sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta langsung menerapkan pembatasan jadwal Trans Jakarta dan MRT, serta menghentikan trayek bis AKAP yang keluar dan masuk DKI dalam rangka membatasi pergerakan orang agar mengurangi resiko penularan.
Hal ini karena sejak pertengahan Maret 2020, Pemerintah Pusat dan banyak Pemerintah Daerah lainnya juga telah mengeluarkan himbauan agar sekolah-sekolah dan kantor-kantor ditutup, sehingga pekerjaan dan proses pembelajaran semaksimal mungkin dilakukan dari rumah. Namun, ini direspons negatif oleh Pemerintah Pusat dan memerintahkan Pemprov DKI agar operasional TransJakarta dan MRT serta bis AKAP dikembalikan seperti keadaan normal. Alasannya, kebijakan terkait Karantina Wilayah ataupun pembatasan pergerakan orang harus dengan persetujuan Pemerintah Pusat.
Karena itu, Syaikhu sekali lagi mendesak agar Pemerintah Pusat sesegera mungkin menetapkan Jabodetabek sebagai daerah PSBB. Dan merealisasikan surat edaran Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek terkait Penghentian sementara angkutan luar kota dan membuat larangan mudik tanpa harus menunggu lebaran. "Agar tak banyak rakyat yang jadi korban," pungkas Syaikhu.