Senin 06 Apr 2020 20:26 WIB

Kebijakan Fiskal Diragukan bisa Tahan Laju Kemiskinan

APBN 2020 sebagai instrumen kebijakan fiskal memainkan peranan strategis.

Aggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad.
Foto: Istimewa
Aggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - - Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mempertanyakan penyertaan modal BUMN yang dianggap lebih penting dibandingkan menyelamatkan nyawa warga terdampak virus corona Covid-19. Pasalnya, menurut anggota dewan dari Fraksi Gerindra ini, seharusnya kebijakan fiskal yang dibuat pemerintah itu, fokos mengatasi kesehatan. 

"Keseriusan pemerintah dalam penangananan mewabahnya virus Covid 19, masih jauh dari memuaskan," kata Kamrussamad dalam rapat dengar pendapat bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Senin (6/4), yang rilisnya diterima Republika.co.id. 

Kamrussamad mencontohkan, total dana yang dialokasikan dalam sektor kesehatan untuk mengatasi covid 19 di Indonesia lebih kecil dibandingkan negara tetangga Malaysia. “Kenapa Indoensia Jauh lebih kecil anggaran pandemi Covid-19 jika dibandingkan dengan Malaysia. Indonesia 2,5 persen dari PDB sedangkan Malaysia resmi 10 persen dari PDB. Sementara jumlah penduduk Indonesia jauh lebih besar," katanya. 

Dia menjelaskan, bagimana cara kerja stimulus 1 senilai Rp 10,3 triliun, stimulus Ke-2 senilai Rp 22,5 triliun, dan kebijakan fiskal yang diumumkan presiden senilai Rp 405,1 triilun yang terbagi dalam empat komponen. Kata dia, dari empat komponen itu yang terkecil ada sektor kesehatan.

Selain itu, persiapan berikutnya adalah bahwa kebijakan fiskal tersebut harus tepat sasaran dan mampu mengatasi PHK, menahan angka kenaikan kemiskinan serta mampu menahan pertumbuhan menuju minus 0,4 persen.

Karenanya, dia mempertanyakan kenapa ada skema penyertaan modal ke   BUMN dalam penyaluran paket kebijakan fiskal pandemi Covid -19. "Jangan sampai ada hubungan dengan Jiwasraya dan Asabri serta Bumi putra," kata Kamrussamad. 

Karena itu, pihaknya menekankan, pelebaran defisit anggaran dari 1,76 persen menjadi 5,07 persen dari PDB pada APBN 2020 agar difokuskan pada kebijakan fiskal untuk krisis kesehatan dan skema subsidi UMKM serta masyarakat miskin melalui program jaring pengaman sosial (Sosial safety net).

"APBN 2020 sebagai instrumen kebijakan fiskal memainkan peranan strategis  dalam  memastikan pencapaian target-target pembangunan yang telah ditetapkan Presiden Jokowi  menuju Indonesia Maju," ujarnya. 

Sebagai sebuah kebijakan fiskal, APBN 2020 diharapkan dapat diimplementasikan  secara  kredibel,  efektif efesien serta berkelanjutan,  sehingga dapat menjadi  menjadi motor penggerak  penjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi domestik.

Kata Kamrussamad, stabilitas pertumbuhan ekonomi domestik menjadi suatu keniscayaan dalam melewati fase lompatan besar menuju Indonesia Maju 2045, yang semakin menjadi krusial  di tengah kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan akibat  perang dagang AS dan China yang belum ada tanda-tanda akan berakhir.

"Kita dapat mencermati bagaimana dampak konstelasi ekonomi global  terhadap pertumbuhan ekonomi regional," ujarnya. Untuk kawasan Asia misalnya, Singapura hanya tumbuh 0,5 persen , Malaysia 4,37 persen, Thailand 2,35 persen. Dan, kita patut bersyukur Indonesia  dengan segala dinamika internal yang ada masih mampu tumbuh 5,02 persen.

Stablisasi pertumbuhan ekonomi domestik dan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia pada masa mendatang, kata Kamrussamad, merupakan tantangan bersama yang harus digapai,  agar akselerasi Indonesia Maju sebagaimana yang telah digariskan Presiden Jokowi dapat kita capai. Utamanya, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, bermunculannya  pusat-pusat ekonomi regional baru dengan pertumbuhan ekonomi inklusif.

"Sehingga, dalam kasus seperti ini, pemerintah juga mesti memikirkan bagimana meningkatkan stimulus perdagangan dengan cepat sehingga masyarkat bisa bangkit secara cepat," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement