REPUBLIKA.CO.ID, PORT VILA -- Topan Harold menghantam Vanuatu yang terletak di Samudra Pasifik Selatan. Topan tersebut dicatat sebagai peristiwa cuaca paling kuat sepanjang tahun ini.
"Situasi yang sudah penuh tekanan ini, ditambah dengan serangan bencana alam yang parah, tidak diragukan lagi akan menciptakan ketidakadilan terhadap kelompok-kelompok yang sudah terpinggirkan dalam masyarakat kita," ujar direktur pengelola regional 350 Pasifik, Fenton Lutunatabua, dilansir Anadolu Agency.
Topan tropis tersebut masuk ke dalam Kategori 5, yakni kategori tingkat tertinggi. Topan itu menghantam Vanuatu pada Senin dengan kecepatan angin sekitar 215 km/jam, dan sejauh ini menewaskan sedikitnya 27 orang. Lutunatabua mengatakan, negara-negara Pasifik yang sedang menghadapi pandemi virus corona saat ini juga harus bersiap dengan Topan Harold.
Seorang pakar iklim independen di Vanutau, Christopher Bartlett mengatakan, topan itu adalah hasil dari kejahatan perubahan iklim yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan bahan bakar fosil, dan negara-negara yang mendukung mereka. Kepulaua Pasifik yang terletak di wilayah rawan bencana, kondisinya semakin buruk dan kerap terkena dampak paling parah.
"Kepulauan Pasifik terletak di wilayah dengan banyak bencana alam, yang menjadi semakin sering dan dengan dampak yang jauh lebih buruk sebagai akibat langsung dari peningkatan gas rumah kaca di atmosfer," ujar Bartlett
Sementara itu, Koordinator Pacific Islands Climate Action Network, Genevieve Jiva mengatakan, krisis iklim yang terjadi di negara-negara Pasifik tidak terlepas dari sejumlah oknum yang ingin meraup keuntungan pribadi. Oleh karena itu perlu ada perubahan sistem yang tegas untuk menciptakan keadilan.