Sabtu 11 Apr 2020 00:24 WIB

Pita Hitam dan Pengormatan bagi Pejuang Kemanusiaan

Di tengah rendahnya kesadaran masyarakat, justru perawat rentan terhadap penularan.

Rep: S Bowo Pribadi / Red: Agus Yulianto
Prosesi pemakaman Jenazah pasien Covid-19. (Ilustrasi)
Foto: Humas Pemprov Jawa Barat
Prosesi pemakaman Jenazah pasien Covid-19. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah kehormatan bagi almarhuman Nuria Kurniasih (39 tahun), perawat yang meninggal dunia akibat Covid-19 bisa ‘beristirahat’ untuk selamanya di kompleks makam keluarga dr Kariadi, salah satu pahlawan nasional yang namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit di mana tempatnya mengabdi.

Sebab, sebelumnya, jenazah perawat --yang kesehariannya bertugas di ruang Geriatri RSUP dr Kariadi Semarang ini-- sempat ditolak, saat akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Siwarak, lingkungan RT 06/ RW 08 Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

Sebuah perlakuan yang oleh Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah, Edy Wuryanto cukup mengecewakan dan menyakitkan. Karena, perawat merupakan salah profesi yang berada di garis depan dalam menangani pandemi Covid-19 bersama tenaga kesehatan lainnya.

Ketua DPW PPNI Jawa Tengah, Edy Wuryanto menyebutkan, Nuria Kurniasih merupakan salah satu perawat terbaik di RSUP dr Kariadi Semarang. Sebagai salah satu pahlawan kemanusiaan, almarhumah layak mendapatkan kehormatan tersebut akibat pemahaman yang keliru dari sebagian masyarakat tentang Covid-19.

Ia mengaku bersyukur, karena Direktur RSUP dr Kariadi dan Gubernur Jawa Tengah mendorong agar pemakaman tersebut menjadi tempat peristirahatan terakhir yang terbaik bagi alamrhumah. “Menurut saya justru ini sebagai tempat yang terhormat, maka kami kemarin langsung sepakat dan tak mau berlama- lama untuk melaksanakan proses pemakaman tersebut,” jelasnya di Ungaran, kabupaten Semarang, Jumat (10/4).

Menurutnya, perlakuan yang diterima Nuria Kurniasih tersebut memang membuat masyarakat perawat seprofesinya marah dan menyesalkan. Karena sebagai penjaga benteng terdepan dan penyelamat negara dalam ‘melawan’ pandemi Covid-19 mendapat perlakuan yang tak semestinya, kendati sudah mempertaruhkan jiwa dan raganya, tentu tidak terima.

Karena itu, lanjut Edy, ia memutuskan seluruh perawat di Jawa Tengah mulai hari ini hingga tanggal 16 April mendatang wajib mengenakan pita hitam di lengan, sebagai bentuk penghormatan profesi sekaligus meminta agar tetap memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Ia juga mengatakan, seluruh tenaga kesehatan di negeri ini yang terpapar oleh Covid-19 –umumnya—justru mereka yang bukan bekerja di ICU, tidak di UGD atau tidak di ruang isolasi. Tapi justru di ruang umum, rawat jalan dan Nuria Kurniasih ini malah bekerja di ruang Geriatri. Ini bukan ruang bagi ODP atau PDP.

Sebab di tengah rendahnya kesadaran masyarakat, justru perawat-perawat ini rentan terhadap risiko penularan. Kasus di rumah sakit yang ada di Kabupaten Grobogan ada pasien yang datang dengan keluhan panas. “Pada awal pasien yang bersangkuan tidak mengaku, namun setelah dua tiga hari baru mengaku kalau pernah melakukan kontak dengan wilayah yang terpapar Covid-19,” tegas Edy.

Menurutnya, ini persoalan yang terjadi. Pasiennya tidak jujur dan harusnya dirawat di ruang isolasi tetapi tidak. Sementara perawat yang melayani --tidak di ruang khusus-- tersebut hanya berbekal APD yang terbatas dan paling- paling hanya masker dan handscoon (sarung tangan medis) dan tidak menggunakan APD standar Covid-19.

Karena itu, justru sekarang kami mengimbau semua unit yang ada kontak dengan pasien harus menggunakan standar APD lengkap. Karena APD ini juga menjadi persoalan dunia, semua butuh, semua kurang, semua bikin sendiri, bikinnya di bawah standar dan akhirnya dipakai meski berisiko tinggi.

Maka DPW PPNI Jawa Tengah mendorong Pemerintah untuk menyelesaikan persoalan APD ini. Jangan sampai negara ini lemah dan Indonesia termasuk negara dan tenaga kesehatannya yang paling tinggi terpapar Covid-19.

“Kami juga mengimbau agar masyarakat jujur pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan, sehingga penanganannya bisa dilakukan dengan tepat untuk menghindari penyebaran Covid-19 secara meluas, khususnya kepada tenaga kesehatan," tandas anggota Komisi IX DPR RI ini.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Semarang, Ani Rahardjo menyampaikan, Nuriani Kurniasih merupakan seorang petugas kesehatan yang sedang berjuang melayani masyarakat dalam melawan pandemi Covid-19.

Ia juga sepakat, sesuai dengan instruksi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk mendorong sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai perlakuan terhadap jenazah orang yang menderita Covid-19. Menurutnya, sudah ada protokol kesehatan dan keamanan yang sudah ditentukan.

“Sehingga hal ini perlu disampaikan kepada masyarakat supaya lebih paham bahwa jenazah yang sudah dilakukan pemulasaraan sesuai dengan SOP tersebut aman dan tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan dari masyarakat untuk menerima dan melaksanakan proses pemakaman,” tandasnya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement