Senin 13 Apr 2020 17:51 WIB

Jangan Sampai Terulang, Kekerasan Terhadap Perawat

Seorang perawat alami kekerasan ketika mengedukasi soal penggunaan masker.

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Hafil
Jangan Sampai Terulang, Kekerasan Terhadap Perawat. Foto: Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan
Foto: Pixabay
Jangan Sampai Terulang, Kekerasan Terhadap Perawat. Foto: Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—Langkah aparat kepolisian yang bergerak cepat memproses oknum warga penolak jenazah Nuria Kurniasih diapresiasi oleh Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi Jawa. Organisasi profesi ini, juga mendukung aparat kepolisian dalam menangani berbagai tindak kekerasan dengan korban profesi perawat, yang terjadi di Jawa Tengah selama darurat penanganan pandemi Covid-19.

“PPNI mengucapkan terimakasih kepada aparat kepolisian yang bergerak cepat tanpa laporan dari PPN,” Ketua DPW PPNI Provinsi Jawa Tengah, Edy Wuryanto, di Ungaran, Jawa Tengah, Senin (13/4).

Baca Juga

Ia mengatakan, sedianya DPW PPNI Provinsi Jawa Tengah memang sedang mengkaji untuk membawa persoalan ini ke ranah hukum, tetapi ternyata aparat kepolisian bergerak terlebih dahulu mengamankan tiga oknum warga Siwakul.

“Saya kira ini langkah yang positif, persoalan penolakan pemakaman jenazah ini bukan lagi menjadi wilayah kami, namun sudah menjadi wilayah negara,” ungkapnya.

Karena, lanjut Edy, dampaknya bisa berbahaya kalau sampai terjadi ketakutan yang luar biasa pada semua tenaga kesehatan, yang berpotensi melumpuhkan upaya penanganan pandemi Covid-19 di negeri ini.

Selain itu, PPNI Jawa Tengah juga mengucapkan terima kasih kepada aparat kepolisian yang telah mengambil langkah tegas terkait dengan tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap seorang perawat di Kota Semarang.

Apalagi, perawat yang menjadi korban –sebenarnya-- sedang memberikan edukasi dan pemahaman tentang pentingnya memakai masker kepada pengunjung klinik, namun justru mendapat perlakuan kekersan oleh oknum masyarakat.

PPNI sangat mendukung proses hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian tersebut. Maka ia juga mengapresiasi Pemrintah Kota (Pemkot) Semarang bersama jajaran kepolisian yang cepat merespon hal ini dengan menangkap pelakunya.

“Menurut saya ini respon bagus, jangan sampai terulang kembali perawat yang sedang bertugas mengingatkan kepada semua tetapi malah mendapatkan kekerasan ,” tambah Anggota Komisi IX DPR RI tersebut.

Karena, masih jelas Edy, sebetulnya kasus kekerasan terhadap perawat juga terjadi pada 2 April 2020, saat tiga orang perawat di RSUD Bendan, Kota Pekalonganjuga dikeroyok oleh sekelompok orang saat akan menghubungi pengelola dan pengggali kubur di Kelurahan Sapuro Kebulen, Kecamatan Pekalongan Barat.

Tiba- tiba ketiganya dikeroyok oleh sekelompok orang, bahkan satu perawat di antaranya dipukul pakai helem hingga tulang hidungnya patah. Menurutnya ini menunjukkan petugas kesehatan justru juga terancam semua di tengah darurat enanganan Covid-19.

Ia melihat ini akibat adanya stigma serta kekhawatiran yang berlebihan dari masyarakat terkait dengan jenazah Covid-19, di satu sisi juga ada SOP agar jenazah Covid-19 bisa dimakamkan dengan cepat. Namun saat

Sehingga pada saat koordinasi untuk proses pemakaman, peristiwa kekerasan terjadi dan justru petugas perawat yang menjadi sasarannya. “Ini jangan terulang lagi di tempat- tempat lain dan ini persoalan serius yang harus segera ditangani, karena itu menyangkut anggota profesi perawat di Jawa Tengah,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement