REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dampak Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sudah dirasakan banyak profesi, termasuk mereka yang memiliki usaha menjahit. Terlebih, mendekati Ramadhan yang biasanya pesanan masuk melonjak, sampai kini belum pesanan untuk pakaian Lebaran.
Anita, warga Perum Sembada Asri, Padukuhan Cebongan Kidul, Desa Tlogoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, merasakan dampak Covid-19 ke bisnis menjahitnya. Usaha menjahit yang lancar dijalani dua tahun sebelumnya, tahun ini belum memberikan kabar baik.
Tiga bulan menjelang Idul Fitri yang biasanya sudah banjir pesanan pelanggan sampai sekarang tidak terdengar. Covid-19 membuat pemasukannya mengalami penurunan drastis, bahkan hampir tidak ada pesanan untuk jahit baju.
Namun, di tengah-tengah merebaknya Covid-19, masih ada jalan untuk bertahan dan melanjutkan usahanya. Yaitu, dengan memanfaatkan peluang langka masker bagi masyarakat dan adanya anjuran pemerintah untuk semua memakai masker.
Anita, sebagai penjahit rumahan, menangkap ini menjadi peluangnya dengan mencoba membuat masker dari kain sisa-sisa jahitan. Kemudian, didistribusi untuk kebutuhan donatur-donatur yang membagikan masker kepada masyarakat.
"Lama-lama, akhirnya ada juga pesanan dengan motif kain batik parijoto yang merupakan batik khas Sleman, sehingga sekaligus dapat memasyarakatkan batik parijoto kepada masyarakat luas," kata Anita, Selasa (14/4).
Dalam sehari, Anita mengaku dapat menjahit masker sebanyak 100 buah. Lalu, bila ada pesanan yang cukup banyak, maka Anita meminta bantuan kepada teman seprofesinya untuk menjahit, sehingga kebutuhan pesanannya dapat terpenuhi.
Anita menerangkan, masker yang dibuat dilapis dua kain, dan dikasih lubang di atasnya. Sehingga, bisa ditambah tisu di dalamnya, jadi diharapkan bisa benar-benar memproteksi pemakainya dari virus Corona.
"Saya tidak mengambil keuntungan yang banyak dari usaha menjahit masker kain ini karena juga diniatkan untuk membantu kesulitan yang tengah dihadapi masyarakat," ujar Anita.
Terpisah, Kepala Departemen Ilmu Kesehatan THT FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM), Bambang Udji DJoko Rianto menilai, pemakaian masker kain kurang efektif mencegah penularan Covid-19. "Masker kain tidak dapat memproteksi masuknya partikel, penetrasi masuk partikel kalau pakai masker kain ini 97 persen bisa tembus masker, perlindungannya hanya tiga persen saja," kata Bambang.
Ia menjelaskan, mekanisme penularan virus antara lain melalui percikan air ludah (droplet) dan airbone (partikel kecil yang terbawa udara). Masker kain tidak memiliki perlindungan layaknya masker bedah yang memiliki lapis tiga.
Ada lapisan luar anti air untuk melindungi droplet, lapisan tengah sebagai filter kuman dan lapisan dalam untuk menyerap cairan yang ke luar dari mulut pemakai. Tingkat perlindungan 56 persen bagi partikel droplet berukuran nanometer.
"Ketiganya tidak didapat dari masker kain biasa dan ini bahaya, sebab begitu virus menempel bisa menembus di sela pori-pori kain," ujar Dokter THT RSUP Dr. Sardjito ini tersebut.
Sedangkan, masker N95 memang miliki tingkat efektivitas pencegahan penularan terbaik karena memiliki kerapatan yang lebih padat dibandingkan masker bedah dan masker kain. Jenis ini miliki proteksi baik untuk droplet dan aerosol.
Masker ini banyak digunakan tenaga kesehatan yang melakukan kontak langsung dengan pasien. Efektivitas pencegahannya paling baik, tapi tidak disarankan untuk penggunaan harian bagi orang sehat karena bisa sebabkan kesulitan napas.
Bambang menympaikan, terdapat penelitian yang dilakukan dengan membandingkan efektivitas pengunaan masker bedah dengan masker kain. Penelitian itu telah diterbitkan di jurnal BMJ Open (2015) berjudul A Cluster Randomise Trial of Cloth Masks Compared with Medical Masks in Healthcare Workers.
Dalam penelitian yang dilakukan di Hanoi, Vietnam, pada 1.607 RS diketahui terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara penggunaan masker bedah dan masker kain dalam mencegah infeksi saluran pernapasan maupun infeksi virus.
"Hasilnya sangat luar biasa, ternyata orang yang pakai masker kain kemungkinan menderita infeksi saluran napas dan infeksi virus 13 kali lebih besar dibandingkan dengan yang memakai masker bedah, ini kan bahaya," kata Bambang.
Tapi, virus corona jenis baru ini memiliki ukaran kecil dalam ukuran 0,125 mikrometer atau 125 nanometer. Sedangkan, pada kain tidak memiliki cukup dalam menyaring partikel yang sangat kecil, walau bisa jadi pilihan terakhir.
Ketika ingin memakai masker kain untuk proteksi diri, Bambang menyarankan masyarakat untuk melapisi masker kain dua lapis dengan tisu di tengahnya. Hal itu dilakukan agar bisa meningkatkan perlindungan terhadap kemungkinan masuknya partikel ke masker.
"Memang sampai sekarang belum ada riset yang meneliti efektivitas penggunaan masker kain tiga lapis ini, namun logikanya kan lebih rapat jadi bisa lebih memproteksi dari infeksi virus," ujar Bambang.
Bambang menegaskan, masker kain dapat dipakai sebagai alternatif terakhir untuk melindungi diri dari ancaman penularan Covid-19. Namun, faktor-faktor lain harus dipatuhi agar bisa mencegah penularan.
"Seperti physical distancing, menghindari kerumunan, rajin cuci tangan dengan sabun dan menjaga kebersihan. Patuhi physical distancing untuk membantu memutus penularan Covid-19," kata Bambang.