Jumat 17 Apr 2020 08:20 WIB

Covid 19 Sebagai Mometum Berbagai Hal

Covid 19 Sebagai saranana intropeksi

Red: Muhammad Subarkah
Pandemi Covid-19 tak membuat Mahmut Sahin, seorang seniman kaligrafi Turki menghentikan aktivitasnya.
Foto: IHA Photo
Pandemi Covid-19 tak membuat Mahmut Sahin, seorang seniman kaligrafi Turki menghentikan aktivitasnya.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: DR Sobirin Malian, Dosen FH Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Jika melihat jumlah yang meninggal di seluruh dunia yang hingga kini tembus lebih dari 2 (dua) juta orang, maka Covid 19 wajar dianggap sebagai musibah dan ujian. Sebagai musibah karena virus ini sama sekali tidak kita harapkan kehadirannya, sedang sebagai ujian virus ini dapat diambil hikmahnya, dan mampukah kita lulus meliwatinya dengan baik.

Dalam menghadapi Covid 19, tiap orang atau tiap pemerintahan negara masing-masing berbeda reaksinya. Bagi negara kaya seperti Saudi Arabia, Turkey atau Taiwan antisipasinya sangat cepat. Kebijakan lockdown segera dilakukan. Rakyatnya diisolasi di hotel atau tempat yang sangat layak lengkap dengan fasilitasnya. Yang penting nyawa rakyat selamat, uang berapa pun besarnya bukan soal. Lockdown dilakukan guna memutus matarantai penyebaran, nyawa lebih utama dari apapun yang lain. Sementara bagi negara “miskin’ seperti Indonesia, untuk memutuskan kebijakan lockdown saja alotnya bukan main. Bahkan yang aneh pemerintah menolak lockdown dan lebih mengutamakan kebijakan yang dikenal dengan Herd Immunity. Seperti diketahui herd immunity ketika diterapkan di Inggris dan Belanda justru gagal karena akhirnya membiarkan populasi rakyatnya terpapar masif. Satu hal yang penting, kebijakan herd immunity adalah peniruan liberal ala ekonomi yang diterapkan dibidang kesehatan. Bagaimanapun model kebijakan liberalis sejatinya tidak sesuai dengan Indonesia.

Pada akhirnya pemerintah (Presiden) mengeluarkan kebijakan PSBB semacam darurat bencana sipil. Kebijakan ini segera ditolak oleh sejumlah LSM seperti ELSAM, LBH, ICW, PILNET Indonesia dan Kontras. Menurut sejumlah LSM ini, status darurat sipil yang dikeluarkan Presiden tidak tepat karena bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.