REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Di tengah darurat kesehatan global yang disebabkan oleh pandemi virus corona atau Covid-19, lebih dari satu miliar Muslim bersiap-siap menandai awal Ramadhan pekan depan. Di dalam bulan ini, umat Muslim diwajibkan berpuasa dan di ujung Ramadhan, akan merayakan Hari Raya Idul Fitri.
Namun tahun ini, penyelenggaraan Hari Raya Idul Fitri itu berisiko dan orang terpaksa merayakan di rumah karena semua tempat umum, seperti bioskop, restoran, dan kafe ditutup karena wabah Covid-19. Tahun ini, Ramadhan di banyak negara untuk pertama kalinya mengalami jam malam. Masjid dan toko pun ditutup.
Seperti dilansir dari Asia News, Jumat (17/4), otoritas berwenang di Tunisia, Maroko, Aljazair, Mesir, Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Qatar, Yordania, Irak, dan Uni Emirat Arab (UEA) melarang akses ke masjid atau membatasi jumlah orang yang datang. Untuk mengatasi pembatasan perjalanan dan kehidupan sosial, termasuk upacara keagamaan, beberapa organisasi Muslim menggunakan webinar dan konferensi video online.
Selain tempat ibadah, pandemi juga dapat mempengaruhi persediaan makanan untuk berbuka puasa. Di Arab Saudi, perusahaan pemasok meningkatkan cadangan strategis barang-barang konsumsi mereka menjelang bulan suci.
Namun, di negara-negara lain yang memberlakukan jam malam, belum diketahui pasti bagaimana orang-orang bisa berbelanja dengan aman dan menjaga jarak sosial selama masa darurat. Pada tahun-tahun sebelumnya, umat Islam biasa mendekorasi rumah, jalan, dan toko untuk bulan suci. Saat ini, banyak yang berjuang mendapatkan makanan yang mereka butuhkan untuk memberi makan keluarga mereka.
Di Mesir, beberapa toko sudah mulai menjatah produk yang dijual agar bisa diperuntukkan bagi keluarga besar. Dalam sebuah fatwa, Mufti Besar Mesir Shawki Allam mengimbau untuk melihat segala hal positif dari masa pandemi ini di mana banyak orang dikarantina. Dengan demikian, krisis kesehatan ini dapat diubah menjadi peluang untuk meningkatkan gotong-royong dan muhasabah diri atas dosa-dosa yang dilakukan sebagai hamba.
Di bagian lain di Timur Tengah, adzan digunakan untuk mendorong orang-orang agar tetap sehat. Di Kuwait panggilan adzan diubah dan diselipkan kata-kata ajakan untuk melaksanakan shalat di rumah.
Di Turki, Kepresidenan Urusan Agama mengatakan setiap orang yang sehat harus tetap berpuasa seperti yang diperintahkan Allah SWT. Mereka menekankan, puasa untuk orang sehat tidak menimbulkan risiko khusus dalam penyebaran wabah penyakit.
Namun, situasi pandemi virus Covid-19 telah menyebabkan perpecahan lagi antara Sunni dan Syiah. Sunni menolak membatalkan puasa di tengah pandemi sekarang ini, sementara Syiah terbuka untuk menangguhkan puasa demi kesehatan orang-orang yang harus bekerja. Misalnya, Grand Ayatollah Al-Sistani telah mengeluarkan fatwa di mana kewajiban berpuasa tidak berlaku untuk Muslim yang takut terinfeksi.