Jumat 17 Apr 2020 12:58 WIB

Myanmar Bebaskan Hampir 25 Ribu Narapidana

Hampir 25 ribu narapidana di Myanmar dibebaskan menandai tahun baru tradisional

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Hampir 25 ribu narapidana di Myanmar dibebaskan menandai tahun baru tradisional. (ilustrasi).
Foto: Presstv.ir/ca
Hampir 25 ribu narapidana di Myanmar dibebaskan menandai tahun baru tradisional. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON - Myanmar dilaporkan akan membebaskan hampir 25 ribu tahanan dalam amnesti untuk menandai Tahun Baru tradisional, Jumat (17/4). Presiden Win Myint mengatakan 24.896 tahanan yang dipenjara di seluruh negeri, termasuk 87 orang asing, akan dibebaskan tanpa syarat.

"Ini dilakukan untuk membawa kegembiraan kepada warga Myanmar dan mempertimbangkan masalah kemanusiaan," katanya. Presiden tidak memberikan detail tentang kejahatan apa yang dilakukan oleh para narapidana yang dibebaskan.

Baca Juga

Kerumunan kemudian terjadi di luar penjara Insein di Yangon dalam menyambut anggota keluarga mereka. Ini terjadi meskipun ada larangan berkumpul untuk mencegah penyebaran virus corona tipe baru yang memicu pandemi global.

Hingga Jumat (17/4), Myanmar telah melaporkan 85 kasus virus dan empat kematian. Pemerintah tidak mebeberkan tahanan dalam kejahatan apa saja yang akan dibebaskan.

Ketika pemenang Nobel Aung San Suu Kyi mengambil alih kekuasaan pada 2016, salah satu tindakan pertamanya adalah membebaskan ratusan tahanan politik. Departemen penjara mengatakan sebelumnya tidak ada tahanan politik di Myanmar. Tetapi kelompok hak asasi mengatakan puluhan orang dipenjara karena aktivitas politik mereka.

"Pemerintah tidak benar-benar mengakui tahanan politik. Tetapi kami diminta beberapa daftar dan kami memberikan daftar lebih dari 70," kata Aung Myo Kyaw dari Assistance Association for Political Prisoners.

"Kami masih belum tahu apakah ada di antara mereka yang dibebaskan," katanya. Menurut kelompok hak asasi manusia, Athan, lebih dari 331 orang dituntut dalam kasus-kasus terkait kebebasan berekspresi pada 2019.

Mereka yang berada di balik jeruji termasuk anggota rombongan puisi satir dan siswa yang dipenjara bulan lalu. Mereka mendekam di balik jeruji besi karena memprotes penutupan internet yang diberlakukan pemerintah.

Sementara militer mempertahankan kekuatan yang luas, para aktivis mengatakan pemerintah sipil telah gagal menggunakan mayoritas parlementernya untuk menghapuskan undang-undang represif yang membungkam perbedaan pendapat, memperketat pembatasan pada masyarakat sipil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement