REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pemerintah Australia semakin gencar menyerukan agar orang-orang mendaftar aplikasi pelacakan gerakan di ponsel mereka. Upaya ini seiring dengan korban kematian akibat Covid 19 di Australia naik tiga menjadi total 68 orang pada Sabtu (18/4).
Australia dan Selandia Baru telah menunjukkan keberhasilan awal dalam menghentikan penyebaran Covid 19 setelah secara lebih awal menutup dan memaksakan pembatasan ketat pada gerakan publik.
Tingkat pertumbuhan harian infeksi baru telah stabil dalam persentase rendah satu digit di kedua negara, sebagian kecil dari apa yang terlihat sebulan lalu. Australia mencatat 36 kasus baru pada hari Sabtu (18/4) menjadi total 6.533 kasus.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan, pemerintah tidak mewajibkan masyarakat, untuk mengunduh pelacakan gerakan, yang akan memungkinkan pemerintah untuk mendeteksi potensi wabah baru dan telah dikritik sebagai pelanggaran privasi.
"Kami akan mencari kerja sama dan dukungan dari Australia untuk mengunduh aplikasi untuk membantu petugas kesehatan kami, untuk melindungi komunitas kami dan membantu membuat ekonomi kami berjalan kembali," kata Morrison di akun Twitter-nya, Sabtu (18/4).
Menteri Layanan Pemerintah Stuart Robert mengatakan tidak akan ada pengawasan yang terlibat dengan aplikasi, yang akan siap dalam beberapa minggu.
"Aplikasi ini hanyalah aplikasi kesehatan," kata Robert.
Pemerintah mengatakan, aplikasi itu akan membantu serikat pembuat kebijakan dalam meredam kembali langkah-langkah pembatasan jarak sosial.
Bar-bar di Australia dan bisnis tidak penting lainnya telah ditutup, dan pertemuan publik lebih dari dua orang dilarang di bawah ancaman denda dan bahkan penjara. Langkah-langkah tersebut diharapkan akan menggandakan tingkat pengangguran pada pertengahan tahun.
Selandia Baru, yang mengadopsi salah satu pembatasan sosial paling keras di dunia bahkan sebelum melaporkan kematian pertama, telah mengalami 8 kasus virus corona baru yang dikonfirmasi pada hari Sabtu, membawa semua infeksi ke 1.094 orang. Sejauh ini 11 orang telah meninggal.