Selasa 21 Apr 2020 14:16 WIB

Pengamat Sarankan Kemenkumham Lanjutkan Asimilasi Napi

Meski para napi tidak dikeluarkan pun, kejahatan sudah ada di sekitar masyarakat.

Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan, Sumatera Utara. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) disarankan tetap melanjutkan pembebasan narapidana melalui program asimilasi.
Foto: Antara/Septianda Perdana
Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan, Sumatera Utara. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) disarankan tetap melanjutkan pembebasan narapidana melalui program asimilasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah meminta agar Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tetap melanjutkan pembebasan narapidana melalui program asimilasi. Pembebasan ini guna mengurangi risiko penyebaran Covid-19 di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Trubus mengatakan, kejahatan yang selama ini terjadi tidak bisa dikaitkan dengan pembebasan 30.000 narapidana yang bebas melalui program asimilasi. "Apalagi kejahatan yang selama ini terjadi tidak sampai satu persen dan tidak tercipta dari para narapidana yang mendapat pembebasan lebih dulu," ujar Trubus dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa (21/4).

Pascaasimilasi, sejumlah narapidana disebut-sebut kembali melakukan tindak pidana kejahatan jalanan. Mulai dari pencurian, penodongan, perampokan, penipuan, dan lainnya di sejumlah daerah.

Menurut dia meski para napi tidak dikeluarkan pun, kejahatan sudah ada di sekitar masyarakat. Karena itu, persoalan harus dipisahkan antara penegakan hukum atau law enforcement dengan kriminalitas. Terlebih, tinggi rendahnya tingkat kejahatan biasanya juga dipengaruhi faktor kemiskinan.

"Apalagi di tengah pandemik Covid-19 ini, banyak orang di PHK, dirumahkan, belum lagi terdampak lain seperti fakir miskin, berpenghasilan rendah, masyarakat rentan, semua terdampak," ucap Trubus.

Atas dasar itulah, dirinya menilai, program asimilasi harus dilanjutkan karena terus mengurangi daya tampung di dalam lapas. Bila dihentikan, malah akhirnya program pengurangan menjadi tidak efektif karena Lapas masih kelebihan kapasitas.

Trubus juga menyarankan agar saat ini dilakukan evaluasi dan pemilihan siapa saja narapidana yang seharusnya bisa keluar. Bahkan, perlu juga dilakukan mapping dan klasifikasi untuk narapidana yang mendapatkan program asimilasi.

"Jadi dipetakan, penjahat kambuhan jangan, kalau yang umum sudah menyadari ya sudah, karena sanksi sosial yang diterima juga sudah berat, jadi cukup masyarakat saja yang memberikan sanksi," tuturnya menjelaskan.

Ia menambahkan, program asimilasi juga perlu dilakukan lantaran penyebaran Covid-19 di Indonesia sudah demikian merajalela. Pemerintah juga harus memikirkan keselamatan semua orang, termasuk penghuni lapas di dalamnya.

"Karena permasalahannya, bila sudah kena satu orang, yang lain pasti terjangkit. Jadi potensi penularannya tinggi sekali," tutur Trubus.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement