REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menilai, saat ini merupakan momentum tepat bagi Indonesia untuk membangun industri alat kesehatan (alkes) dan farmasi yang mampu memproduksi ventilator. Dengan begitu dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Ia mengungkapkan, selama ini belum ada satu pun perusahaan di Tanah Air yang memproduksi ventilator. “Presiden telah mendorong agar Indonesia dalam jangka menengah dan panjang harus menjadi negara yang mandiri di sektor kesehatan dan kemampuan memproduksi ventilator merupakan salah satu prasyaratnya," ujar Agus dalam diskusi virtual pada Selasa, (21/4).
Di tengah penanganan pandemi Covid-19 di Tanah Air, sektor industri sekarang mulai berupaya memproduksi ventilator yang dibutuhkan sebagai alat bantu pernafasan bagi para pasien. Saat ini, Kemenperin berkoordinasi dengan sedikitnya empat tim yang mengembangkan ventilator.
Mereka berasal dari tim Universitas Indonesia (UI), tim Jogja yang merupakan kolaborasi antara Universitas Gadjah Mada (UGM), PT Yogya Presisi Teknikatama Industri, PT STECHOQ, dan PT Swadaya Prakarsa, kemudian tim Institut Teknologi Bandung (ITB), serta tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Sebagian besar dari kelompok tersebut mengembangkan ventilator tipe low cost dan akan mulai masuk dalam tahap produksi pada April.
Sedangkan Tim Jogja sedang mengembangkan jenis hybrid yang akan mulai produksi pada Mei sampai Juni. “Kemenperin memfasilitasi percepatan produksi ventilator melalui kemudahan bahan baku dan komponen, alat uji dan kalibrasi, serta melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk perizinan dengan tetap mengedepankan faktor keselamatan, kemanfaatan, dan moralitas,” kata Agus.
Dirinya menambahkan, sektor industri sedang melakukan refocusing membantu upaya pemerintah memperkuat sektor industri yang masuk dalam kategori high demand seperti alat kesehatan, obat-obatan, dan vitamin. Sesuai arahan presiden, kebutuhan tersebut diharapkan dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri. “Kami yakin terhadap potensi dan kemampuan industri dalam negeri. Demi memenuhi permintaan yang tinggi dan juga dapat mengurangi ketergantungan impor,” jelasnya.
Terkait hal tersebut, Kemenperin mendorong produksi bahan baku obat dari herbal. Upaya ini diharapkan memberikan nilai tambah bagi industri farmasi di Indonesia dengan memanfaatkan potensi berbagai bahan herbal yang melimpah di dalam negeri.
Selain itu, sektor industri juga didorong mampu melihat berbagai peluang yang dapat dikembangkan di tengah-tengah masa sulit akibat wabah Covid-19. “Permintaan tinggi di sektor makanan dan minuman adalah peluang bagi industri tersebut untuk tetap bertahan dalam situasi ini,” kata dia.
Pada kesempatan serupa, Agus merevisi target pertumbuhan industri pada 2020 menjadi 2,5 persen hingga 2,6 persen dari sebelumnya dipatok 5,3 persen. Hal tersebut imbas dari pandemi Covid-19 yang melanda 218 negara, termasuk Indonesia.
"Apabila pertumbuhan ekonomi berkisar antara 2,4 persen hingga 2,5 persen, maka industri akan sekitar 2,5 persen hingga 2,6 persen," kata Menperin. Maka apabila Covid-19 berdampak buruk hingga memukul pertumbuhan ekonomi ke angka 0,5 persen, pertumbuhan industri diprediksi berkisar 0,7 hingga 0,8 persen. (Iit Septyaningsih