Kamis 30 Apr 2020 03:00 WIB

Menko PMK Beri Kajian Daring UMM

Kajian ini merupakan salah satu rangkaian gelaran Syiar Ramadhan Daring UMM 2020.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko-PMK), Profesor Muhadjir Effendy memberikan kajian secara dalam jaringan (daring) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Foto: dok. Humas UMM
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko-PMK), Profesor Muhadjir Effendy memberikan kajian secara dalam jaringan (daring) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

REPUBLIKA.CO.ID,  MALANG -- Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko-PMK), Profesor Muhadjir Effendy memberikan kajian secara dalam jaringan (daring) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian gelaran Syiar Ramadhan Daring UMM 2020.

Di dalam kajian, Muhadjir mengajak seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk membangun empati sosial di tengah mewabahnya Covid-19. Sebab, sikap solidaritas saja dinilai tidak cukup. Kondisi tersebut memerlukan empati sosial berskala nasional.

Muhadjir mendorong masyarakat agar tidak bersikap antipati kepada pasien positif Covid-19. Hal ini terutama di saat ada masyarakat yang menolak pemakaman pasien. Sebab, sebagian dari mereka menganggap keberadan jenazah pasien positif akan mengancam kesehatannya.

“Mereka yang tidak terkena Covid-19, diminta untuk membayangkan bagaimana kalau mereka berada di posisi yang terjangkit," ucap Muhadjir dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Rabu (29/4).

Menurut Muhadjir, sikap antipati akan berdampak buruk pada masyarakat yang sehat. Masyarakat akan menanggung masalah sosial terutama kesehatan mental. Padahal mereka membutuhkan pengakuan agar dapat kembali ke kehidupan sosial.

Selain itu, Muhadjir juga berpesan agar masyarakat mematuhi protokol kesehatan mencegah Covid-19. Beberapa di antaranya seperti memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. “Sebetulnya kita yang rajin shalat sudah cukup mematuhi protokol ini (mencuci tangan---red). Makannya, saya rasa, di Indonesia tidak terjadi wabah besar-besaran karena sebagian besar dari penduduk Indonesia mendirikan shalat,” kata Muhadjir.  

Di kesempatan itu, Muhadjir juga mengapresiasi langkah Muhammadiyah yang tidak menganjurkan mengadakan shalat berjamaah di masjid. Di tengah wabah seperti ini, kata dia, shalat di rumah menjadi pilihan terbaik. Cara ini lebih berpahala dibandingkan mereka yang tetap melaksanakannya lalu berpotensi menularkan virus.

Yang tidak kalah penting, yakni dengan menghindari kerumunan. Menurut Muhadjir, pusat penyebaran Covid-19 sebagian besar berada di tempat ibadah. Sebab, salah satu intensitas penularan itu tentang bagaimana tata cara beragama. 

“Covid-19 ini tingkat mutasinya tinggi. Kalau dia gagal menyerang lapisan masyarakat tertentu atau etnis tertentu, dia akan segera beralih bentuk melakukan mutasi lainnya,” katanya.

Wakil Rektor I UMM, Profesor Syamsul Arifin menambahkan, lembaga pendidikan seperti UMM dikenal memiliki infrastruktur penelitian. Lembaga ini turut fokus pada bagaimana berpartisipasi dalam mempercepat penanganan Covid-19. "Di samping tetap melakukan kegiatan charity untuk kemanusiaan, kita juga senantiasa untuk terus berdoa," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement