REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau melumpuhkan tiga bandit rampok anggota komplotan penjahat yang telah beraksi di sejumlah provinsi, seperti Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, hingga Kalimantan. Kepala Bidang Humas Polda Riau Kombes Sunarto mengatakan, tiga bandit rampok yang ditangkap di Riau dan Sumatra Utara itu masing-masing berinisial HMP, HKS, dan MWM.
"Pada saat melakukan aksinya tersangka selalu membawa senjata tajam, bahkan tidak segan melukai korbannya," kata Sunarto di Pekanbaru, Kamis (30/4).
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau Kombes Zaim Dwi Nugroho mengatakan tersangka pertama yang berhasil ditangkap adalah HMP. Dia dibekuk di Tapanuli Tengah, Sumatra Utara pada medio April 2020 kemarin. HMP diketahui merupakan residivis kasus yang sama dan belum lama menghirup udara bebas.
Dari penangkapan HMP, polisi langsung melakukan pengembangan dan berhasil menangkap dua pelaku lainnya, HKS dan MWM di Kota Pekanbaru. Ketiganya terpaksa dihadiahi timah panas pada bagian kaki, karena mencoba melawan petugas saat akan dilakukan penangkapan.
Zain menjelaskan bahwa para tersangka tercatat memiliki catatan yang cukup banyak dalam sindikat perampokan di Tanah Air. Sindikat yang dipimpin oleh HMP, residivis kasus perampokan brankas di Medan pada 2006 dan sempat ditahan di Lapas Medan, pernah pula beraksi di Kota Banjarmasin.
Dalam aksinya itu mereka menggondol brankas berisi duit Rp 50 juta. Lalu tersangka bersama sindikatnya juga beraksi di Padang, Sumatra Barat, Kota Pekanbaru, Riau, dan Medan, Sumatra Utara.
"Sasaran mereka adalah perusahaan-perusahaan yang berada di jalan lintas dengan kondisi sepi," ujarnya pula.
Dalam pengungkapan itu, polisi turut menyita sejumlah barang bukti seperti mobil minibus, linggis, gergaji, parang, alat bor, dan lainnya.
Polisi masih terus mengembangkan kasus ini, untuk menangkap para pelaku komplotan lainnya yang telah dimasukkan dalam daftar pencarian orang.
"Para tersangka yang ditangkap ini dijerat dengan Pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman sembilan tahun penjara. Kemudian ada beberapa pelaku yang belum tertangkap masih dilakukan pengejaran dan dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)," katanya pula.