REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menetapkan protokol keamanan serta kesehatan bagi orang yang hendak menguburkan pasien wafat akibat Covid-19. Sebagaimana diketahui, sebagai warga yang baik dilarang bagi kita untuk menghalang-halangi jenazah dimakamkan meski berdekatan dengan wilayah kita.
Dalam Islam, membiarkan jenazah wafat tanpa dikuburkan hukumnya dosa. Sebab hukum menguburkan jenazah adalah fardhu kifayah menurut Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza'iri. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Surah Abasa ayat 21: “Tsumma amatahu fa-aqbarahu,”. Yang artinya: “Kemudian Dia (Allah) mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur,”.
Begitu dengan hukum menguburkan jenazah, Islam juga mengatur perkara hukum mengumumkan kematian seseorang. Dalam kitab Minhajul Muslim karya Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri dijelaskan, dianjurkan bagi umat Muslim untuk mengumumkan kematian seorang Muslim kepada kerabatnya, sahabat-sahabatnya, hingga kepada orang-orang shalih dari penduduk negerinya.
Sebab dalam sebuah hadis shahih, Rasulullah SAW mengumumkan kematian Raja Najasyi kepada orang-orang ketika ia meninggal dunia. Sebagaimana Rasulullah juga memberitahukan kematian Zaid, Ja’far, dan Abdullah bin Rawahah saat mereka gugur sebagai syuhada di medan perang.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan menyatakan bahwa umat Islam yang wafat akibat pandemi Covid-19 dikategorikan sebagai syuhada. Wafatnya dikategorikan syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya harus dipenuhi. Termasuk perihal dimandikan, dikafani, disholati, dikuburkan, hingga diumumkan perihal kematiannya. Namun dengan catatan, semua hal ini harus mengikuti protokol keamanan dan kesehatan yang telah ditetapkan para ulama dan pemerintah.