Senin 04 May 2020 21:20 WIB

Teladan Rasulullah: tak Memaksakan Kehendak

Inilah teladan Rasulullah SAW yang penuh kesabaran.

Rasulullah SAW (ilustrasi)
Foto: republika
Rasulullah SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun keenam Hijrah, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dalam jumlah yang besar bertolak dari Madinah. Dalam rombongan ini, mereka membawa 70 ekor unta untuk dijadikan hewan kurban. \

Niat beliau shalallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat untuk melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi, saat itu Ka'bah di Makkah masih dikuasai kaum musyrikin Quraisy. Golongan ini jelas-jelas memusuhi Nabi SAW.

Baca Juga

Di tengah perjalanan, tepatnya di Hudaibiyah, rombongan Nabi SAW mendapatkan kabar, kaum Quraisy Makkah menolak kedatangan mereka. Alasannya, rombongan Nabi SAW dituding bukan berniat haji, tetapi hendak menyerang penduduk Makkah.

Kepada utusan Quraisy yang membawa pesan itu, Nabi SAW meyakinkan. Rombongan ini semata-mata datang untuk beribadah haji. Agar lebih yakin lagi, Nabi SAW memotong sebagian unta yang dibawa sebagai kurban. Ini sekaligus menunjukkan kepada utusan tersebut, rombongan ini tidak membawa senjata perang.

Namun, kaum Quraisy tetap tidak membolehkan Nabi SAW untuk memasuki Kota Makkah. Mereka baru akan mengizinkan beliau melaksanakan haji pada tahun berikutnya. Akhirnya, Nabi SAW menerima permintaan itu.

Inilah teladan Rasulullah SAW yang penuh kesabaran. Beliau memiliki kestabilan emosi untuk tidak memaksakan kehendak meskipu dalam rangka beribadah. Demi menjaga kedamaian, beliau mengambil sikap bersahabat.

Kita pun hendaknya memetik hikmah dari kisah tersebut. Tak perlu kita memaksakan waktu kegiatan ibadah, seperti doa bersama atau shalat sunah secara besar-besaran di suatu tempat. Kegiatan-kegiatan demikian dapat mengumpulkan massa dalam jumlah besar, padahal situasi saat ini sangat dianjurkan tetap di rumah masing-masing.

Wallahu a'lamu bish-showab.

sumber : Hikmah Republika oleh Moh Solichin
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement