REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemimpin organisasi Islam Diyanet Bir-Sen (Serikat Pekerja dan Agama), Hasan Turut, meminta Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan untuk mengizinkan sholat di dalam Hagia Sophia. Permintaan ini diajukan setelah regulator mencabut larangan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Turki saat ini memiliki batasan parsial. Orang dengan usia di bawah 20 dan lebih dari 65 tinggal di rumah, usaha kecil dan taman ditutup, serta jam operasional untuk bank dikurangi.
Ada pengecualian untuk lokasi konstruksi dan pabrik dimana tetap bekerja dengan kapasitas penuh. Warga juga masih dapat bergerak bebas asalkan mereka menghormati aturan menjaga jarak sosial.
Jam malam 48 jam dilakukan sekali selama akhir pekan dan pada bulan April telah berjalan selama dua kali. Aturan ini disambut dengan ketidakpuasan oleh penduduk.
Hingga saat ini, Turki termasuk di antara sepuluh negara teratas di dunia dalam hal kasus Covid-19. 126.045 orang tercatat terkena infeksi dan ada 3.397 kematian.
Ketika regulator melemahkan aturan pembatasan, Hasan Turut berharap dapat mengadakan shalat Jumat pertama di dalam Hagia Sophia, yang merupakan museum. Presiden Erdogan masih memiliki rencana untuk mengubahnya kembali menjadi masjid.
“Beberapa waktu yang lalu, mereka mengubah Hagia Sophia dari masjid menjadi museum. Insya Allah, setelah pemilihan, kami akan mengubahnya dari museum kembali menjadi masjid,” ujar Presiden saat bersumpah pada Mei 2019, dikutip di Greek Reporter, Selasa (5/5)
Hasan Turut menyebut Hagia Sophia adalah sarana untuk mewujudkan kebangkitan dunia. "Kita semua harus menunjukkan bersama, dengan ibadah shalat Jumat pertama di Hagia Sophia, bahwa Turki bukan Turki lama," katanya.
Ia juga membenarkan seruannya untuk berdoa di dalam bangunan ikonik tersebut. Shalat di dalam Hagia Sophia disebut akan menenangkan kejahatan yang disebabkan oleh penggunaan masjid untuk tujuan lain daripada yang semula dimaksudkan.