REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pelaku kasus candaan alias prank bantuan sembako berisi sampah kepada waria, yaitu Ferdian Paleka menyampaikan permohonan maaf sambil mengenakan baju tahanan di Mapolrestabes Bandung, Jumat (8/5).
Permintaan maaf tersebut ditujukan kepada rakyat Indonesia dan kepada korban transpuan yang telah dirugikan atas perbuatan. Mata Ferdian tampak berkaca-kaca saat menyampaikan permohonan maaf tersebut.
"Saya minta maaf untuk seluruh rakyat Indonesia, terutama rakyat Kota Bandung dan Transpuan yang telah saya prank dengan ngasih sembako isi sampah, saya sangat menyesal atas kelakuan saya, semoga saya dimaafkan," kata Ferdian.
Dia menyangkal ide pembuatan video tersebut berasal dari seorang rekannya yang berinisial A. Menurut Ferdian, ide pembuatan video tersebut dicetuskan secara bersama-sama. "Awal mula buat konten hanya untuk hiburan saja, tidak ada maksud lain selain itu."
Dia mengaku, bersembunyi ke Palembang karena takut dengan hukuman yang menantinya. Namun, ia tidak menyebutkan motif rencananya untuk kembali ke Kota Bandung.
Selain itu, Ferdian menyampaikan, ia tidak menggunakan media sosial (medsos) sejak Ahad (3/5). Sehingga ia memastikan bahwa yang konten lainnya beredar di media sosial saat dirinya dicari oleh polisi adalah hoaks. "Bukan, saya tidak megang social media sama sekali," kata dia.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat (Jabar), Kombes Hendra Suhartiyono mengatakan, Ferdian sempat kabur ke Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan selama tiga hari untuk bersembunyi.
Awalnya, Polda Jabar akan bekerja sama dengan Polres OKI untuk melakukan pencarian terhadap Ferdian. Namun atas petunjuk yang didapat dari pemeriksaan orang tuanya, Timsus Ditreskrimum Polda Jawa Barat bersama Tim Satreskrim Polrestabes Bandung melakukan pencarian mandiri.
"Dapat lah titik (petunjuk) di OKI, akhirnya orang tuanya kita lepas, setelah itu orang tuanya kita ikutin, ternyata ke arah Merak," kata Hendra.
Dalam kasus ini, polisi menerapkan Pasal 45 Ayat 3 UU ITE tentang penghinaan atau pencemaran nama baik melalui informasi elektronik. Selain itu polisi juga menerapkan dua pasal tambahan atas kasus tersebut, yakni Pasal 36 dan Pasal 51 Ayat 2 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp12 miliar.