REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Seorang anak laki-laki berusia lima tahun di New York, Amerika Serikat, meninggal dunia karena suatu kondisi yang disebut sindrom peradangan multigejala pediatrik. Bocah ini menjadi yang pertama meninggal akibat sindrom yang diyakini terkait dengan Covid-19 itu.
Gubernur New York Andrew Cuomo mengatakan, Departemen Kesehatan kini sedang menyelidiki kasus serupa pada anak-anak. "Ini akan menjadi berita yang sangat menyakitkan dan akan membuka bab yang sama sekali berbeda," kata Cuomo dalam taklimat pada Jumat (8/5).
Mount Sinai Health System, jaringan rumah sakit di Kota New York, mengatakan, kasus ini adalah dampak Covid-19 yang langka dan tidak diketahui sebelumnya pada anak-anak. "Kami menyampaikan belasungkawa terdalam kepada keluarga yang dilanda tragedi ini," kata Mount Sinai dalam pernyataannya.
Dilansir Today, Sabtu (9/5), di seluruh Amerika Serikat (AS) kini terdapat sekitar 100 anak yang terjangkit sindrom baru tersebut. Kasusnya tersebar di delapan negara bagian, yakni Kalifornia, Delaware, Louisiana, Massachusetts, New Jersey, New York, Pennsylvania, dan Washington.
Sindrom peradangan multigejala pediatrik ini, menurut laporan Today, bisa menunjukkan gejala menyerupai penyakit radang lainnya. Contohnya, penyakit Kawasaki dan sindrom mirip syok toksik. Anak-anak yang mengalaminya akan menderita demam tinggi, diare berat, ruam, dan mata merah atau konjungtivitis.
Hal yang paling memprihatinkan adalah bahwa anak-anak dapat mengembangkan masalah fungsi jantung. Jantung tidak memompa seefisien seharusnya. Penyebabnya kemungkinan karena sistem kekebalan anak bekerja berlebihan setelah terinfeksi Covid-19.
Dugaan itu muncul karena banyak anak-anak, meski tak semua, dengan kondisi ini telah didiagnosis terjangkit virus corona. Pada konferensi pers dengan Westchester County, New York, para pejabat mengatakan, dokter mengungkapkan bahwa beberapa anak tidak mengalami gejala sampai sebulan setelah terpapar virus.