REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penjualan puluhan ton daging babi yang disamarkan sebagai daging sapi di Bandung, Jawa Barat menjadi sorotan. Kasus ini dinilai menunjukkan lemahnya pengawasan Pemerintah dalam mengawasi produk yang beredar di masyarakat.
"Memang negara lemah mengawasi dan melindungi warga negara dari makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh warga negara," ujar Anggota Komisi III (Hukum, HAM, dan Keamanan) DPR RI Nasir Djamil, saat dihubungi, Selasa (12/5).
Padahal, terkait kasus yang terjadi, negara telah memiliki undang-undang yang memadai, yakni UU Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang mulai diundangkan pada 2019 lalu. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) juga telah dibentuk.
Sementara itu, Anggota Komisi VIII (Agama dan Sosial) Bukhori Yusuf juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap produk yang dijual. "Kalau ada perdagangan daging babi yang disamarin ini menunjukkan kita sangat longgar," kata Bukhori pada Republika, Selasa (12/5).
Bukhori menyoroti lemahnya BPJPH yang saat ini dinilainya masih berkutat di tataran administratif. BPJPH, menurut dia masih belum memiliki keleluasaan dalam mengontrol peredaran makanan di pasaran.
"Sudah bagus BPJPH di undang-undang. Tapi eksekusi di lapangannya kurang, dia tidak memiliki daya cengkeram," ujar dia.
Bukan hanya itu, lanjut Bukhori, dalam aspek regulasi UU Nomor 33 tahun 2014 tentang JPH juga harus diikuti aturan turunan yang dikeluarkan oleh kementerian atau lembaga. Kementerian atau lembaga itu misalnya Kementerian Perdagangan, Kesehatan, Pertanian maupun lembaga lain yang terkait.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzilly menilai Pemerintah Daerah harus meningkatkan pengawasan produk yang beredar di pasaran. "Saya menghimbau kepada pihak-pihak yang terkait, terutama Dinas Perdagangan Pemerintah daerah, harus lebih intensif melakukan pengawasan terhadap produk-produk yang dijual di pasaran," kata Ace saat dihubungi Republika, Selasa (12/5).
Ace mengatakan, pengawasan ini perlu ditingkatkan sebagai upaya pemerintah dalam menjamin beredarnya produk halal di masyarakat, seperti tertuang dalam UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. "Ini penting untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat muslim, terutama bagi produk makanan yang beredar di pasar-pasar tradisional," kata dia.
Kasus yang terjadi di Bandung itu pun jelas bertentangan dengan UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Sebab itu, Ace meminta penegak hukum harus bersikap tegas terhadap pihak yang secara sengaja menjual daging babi tanpa menyebutkan kejelasan produk daging yang dimaksud.
Sebelumnya, Jajaran Satreskrim Polresta Bandung mencokok penjual daging babi yang mengolahnya menyerupai daging sapi. Daging itu kemudian dijual ke masyarakat.
Dua orang yang ditangkap di antaranya adalah pengepul berinisial Y dan M, sedangkan dua lainnya merupakan pengecer berinisial AS dan AR. "Kami bekerja dan mendapat informasi bahwa ada daging babi diolah dan dijual menjadi seolah-olah daging sapi," ujar Kapolresta Bandung, Kombes Pol Hendra Kurniawan kepada wartawan di Mapolresta Bandung, Senin (11/5).
Menurutnya, dua pengepul mengolah daging babi yang berwarna pucat menggunakan borak sehingga menyerupai daging sapi dengan warna merah dan dijual dengan harga daging sapi. Pelaku Y dan M ini katanya merupakan warga Solo yang mengontrak di Kabupaten Bandung dan sudah setahun menjalankan aksinya.