REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media arus utama Selandia Baru mempunyai peran signifikan dalam proses penanganan pandemi Covid-19 di negara itu, yang kemudian dianggap berhasil oleh komunitas internasional, demikian menurut Duta Besar RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya.
Dalam analisisnya, dia menegaskan kondisi khusus setiap negara membuat langkah penanganan wabah suatu negara tidak dapat serta merta diterapkan di negara lain. Misalnya, untuk hal ini, situasi di Selandia Baru dan Indonesia.
"Salah satu perbedaan yang sangat mencolok adalah 70 persen orang Selandia Baru masih membaca koran. Artinya mayoritas mendapatkan informasi yang sudah terverifikasi dari media-media arus utama," kata Tantowi dalam webinar yang digelar oleh Impact Hub Jakarta, Ahad (17/5).
Hal itu bukan berarti masyarakat Selandia Baru tidak bermain media sosial --karena itulah sumber kabar mutakhir dunia, namun mereka bersikap positif dengan hanya mempercayai informasi dengan sumber yang jelas, sehingga hoaks mudah ditangkal.
Dengan begitu, menurut Tantowi, pemerintah menjadi sangat mudah menyampaikan informasi kepada masyarakat, terlebih jumlah media arus utama Selandia baru pun relatif tidak terlalu banyak. "Komunikasi pemerintah dan rakyat sangat lancar, distorsi yang terjadi sangat minim, karena masyarakat tidak menggantungkan diri pada informasi sosial media yang tidak terverifikasi," ujar Tantowi.
Di samping itu, komunikasi yang terjalin antarlembaga pemerintah juga berlangsung dengan baik dan dekat. Pihak pemerintah mengeluarkan kebijakan secara tegas melalui satu pintu.
Kolaborasi pemangku kepentingan, yakni pemerintah, parlemen, serta media juga dijalankan dengan solid, menurut pengamatan Tantowi. "Jika sebelum Covid-19 mereka masih suka berbeda, setelah menghadapi satu musuh bersama ini terlihat kekompakan mereka. Oposisi tetap kritis, media tetap kritis, tapi kedewasaan membuat mereka paham sampai sejauh mana titik kritis tersebut," kata dia.
Selandia Baru mendapatkan apresiasi dunia atas upaya penanggulangan wabah di wilayah itu, khususnya dengan persiapan dan kesigapan dalam menutup perbatasan serta memberlakukan karantina wilayah atau lockdown. Kasus Covid-19 pertama muncul di Selandia Baru pada 28 Februari, dan dalam waktu sekitar satu bulan pemerintah sudah menerapkan pembatasan sosial secara bertingkat. Hingga akhirnya saat ini mulai melonggarkan peraturan tersebut karena jumlah kasus baru terus menurun.
Dengan sekitar lima pekan karantina wilayah, Selandia Baru dapat menjaga jumlah kasus infeksi akibat virus corona itu dalam angka yang relatif rendah dibandingkan negara-negara lain di seluruh dunia, yakni 1.499 kasus positif dengan 21 kematian dan 1.433 kesembuhan.