REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Lebih dari satu juta orang di seluruh dunia telah sembuh dari virus corona. Hanya saja, untuk benar-benar berhasil melawan virus corona masih ada pertempuran yang panjang.
Virus corona dikenal menyerang banyak bagian tubuh di luar sistem pernapasan, menyebabkan kerusakan dari bola mata ke jari kaki, hingga usus ke ginjal. Sistem kekebalan tubuh pasien dapat mengalami bekerja berlebihan untuk melawan infeksi, sehingga menambah kerusakan yang terjadi.
Dikutip dari Bloomberg, kondisi itu dapat dilacak dengan peristiwa penyebaran virus sebelumnya. Menurut sebuah penelitian di China, para penyintas severe acute respiratory syndrome (SARS) menderita infeksi paru-paru, kadar kolesterol lebih tinggi, dan jatuh sakit lebih sering daripada yang lain. Kondisi itu terjadi setelah epidemi menjalar ke seluruh Asia menewaskan hampir 800 orang setelah 12 tahun.
"Data ini menunjukkan bahwa pasien SARS yang dipulihkan memiliki kualitas hidup yang buruk 12 tahun setelah pemulihan, dan rentan terhadap peradangan, tumor, dan gangguan metabolisme glukosa dan lipid," tulis catat para peneliti.
Dari hasil penelitian dampak virus sebelumnya, Otoritas Rumah Sakit Hong Kong telah memantau sekelompok pasien Covid-19 hingga dua bulan sejak mereka sembuh. Direktur medis dari pusat penyakit menular di Rumah Sakit Princess Margaret, Owen Tsang menyatakan, tim ahli menemukan sekitar setengah dari 20 yang selamat memiliki fungsi paru-paru di bawah kisaran normal. Kapasitas difusi paru-paru atau seberapa baik transfer oksigen dan karbon dioksida antara paru-paru dan darah pasien sembuh tetap di bawah tingkat orang sehat.
Sedangkan studi sampel darah dari 25 pasien yang pulih di Wuhan, China, menemukan keparahan gejala virus corona jenis baru ini. Untuk menguatkan hasil penemuan studi kecil itu, dokter dan peneliti pun akhirnya mengulik kembali pada kondisi SARS.
Tsang mengatakan, melihat mantan pasien SARS berpotensi memiliki masalah kesehatan memberikan pelajaran. Di antara korban yang selamat dari wabah SARS tahun 2003, kelelahan kronis dan gangguan fungsi paru-paru telah ditemukan dalam studi tindak lanjut setelah dua hingga empat tahun.
"Ini sangat baru sehingga saya tidak berpikir ada orang yang bisa mengetahui berapa persentase pasien yang akan pulih, berapa persentase pasien yang tidak akan sembuh dan memiliki gejala sisa jangka panjang," kata ahli rawat dokter paru di Klinik Cleveland di Ohio, Michelle Biehl.
Laju ekonomi dan perusahaan yang ingin pekerjanya kembali bekerja perlu memahami Covid-19 dapat memengaruhi kesehatan manusia dalam jangka panjang. "Ada berbagai macam cara penyakit mempengaruhi orang. Berbagai pemangku kepentingan membutuhkan data yang kuat untuk membantu mereka memahami luas dan lamanya efek jangka panjang," kata profesor kedokteran dalam epidemiologi di Universitas Columbia, Jessica Justman.
Tapi, studi skala besar pada titik pusat penyebaran virus diperlukan untuk mengetahui dampak fisik dari infeksi virus. Penting bagi para ilmuwan untuk melacak dan mengukur bagaimana Covid-19 memengaruhi faktor-faktor seperti oksigenasi dan laju pernapasan.
"Kami membutuhkan studi epidemiologi yang mungkin dilakukan di tempat-tempat seperti Wuhan, New York, Milan, atau Paris, di mana telah ada kelompok besar infeksi dengan berbagai gejala," kata profesor tamu di Universitas Hong Kong, Roberto Bruzzone.