Jumat 22 May 2020 09:25 WIB

Industralisasi Rumput Laut Bukan Jalan Instan

Indonesia mengejar upaya penuhi pasar rumput laut global.

Petani menyiapkan bibit rumput laut siap tanam di Pantai Jumiang, Pamekasan, Jawa Timur, Sabtu (16/3/2019).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Petani menyiapkan bibit rumput laut siap tanam di Pantai Jumiang, Pamekasan, Jawa Timur, Sabtu (16/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sektor kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengingatkan kebijakan industrialisasi komoditas rumput laut tidak bisa dicapai secara instan. Pemerintah diminta membuat rumusan jelas pengembangan industri rumput laut.

"Pengambil kebijakan lebih memilih kerja-kerja instan dalam industrialisasi rumput laut," kata Abdul Halim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (22/5).

Baca Juga

Menurut Abdul Halim, permasalahan utama dalam industrialisasi rumput laut di Tanah Air adalah tidak adanya kejelasan mengenai peta jalan yang akan diambil sebagai garis utama dalam mengembangkannya. Selain itu, ujar dia, harus ada kemauan politik karena industrialisasi rumput laut perlu melibatkan sinergi berbagai pihak.

Peta jalan pengembangan industri rumput laut yang harus diambil, lanjutnya, adalah yang berdimensi jangka panjang. Serta bisa memberikan manfaat kesejahteraan lebih besar bagi bangsa.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkap sejumlah strategi yang disiapkan dalam rangka percepatan industrialisasi rumput laut, guna meningkatkan nilai tambah dan kontribusi komoditas tersebut terhadap ekspor nasional. "KKP telah menyiapkan berbagai strategi percepatan peningkatan produksi rumput laut, di antaranya melalui penyediaan bibit rumput laut kultur jaringan yang diproduksi oleh UPT DJPB (Ditjen Perikanan Budidaya) di antaranya di Lampung, Jepara, Situbondo, Takalar, Lombok, Ambon," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto.

Menurut Slamet, penggunaan rumput laut kultur jaringan memberikan hasil yang lebih baik. Yaitu laju pertumbuhan rumput laut kultur jaringan sebesar 11,5 persen, sementara yang biasa hanya 7,5 persen.

Selain itu, ujar dia, rumput laut kultur jaringan juga memiliki kandungan karaginan yang lebih tinggi yaitu 40 persen. Sedangkan kandungan karaginan rumput laut nonkultur jaringan hanya 34 persen.

Slamet juga menambahkan selain menggenjot produksi dengan penggunaan rumput laut kultur jaringan, para pembudidaya diharapkan mengikuti petunjuk dari dinas, para penyuluh dan juga UPT DJPB dalam melakukan teknik budidaya. "Terapkan cara budidaya yang baik sehingga budidaya rumput laut dapat berkelanjutan," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengajak warga Kepulauan Seribu untuk dapat memaksimalkan potensi budidaya rumput jenis spinosum karena permintaan pasar dari Vietnam masih sangat tinggi. Menteri Edhy dalam kunjungannya ke Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (19/5), mengingatkan ekspor komoditas tersebut dari Kepulauan Seribu, baru mencapai 300 ton per bulan. Sedangkan permintaan pasar Vietnam mencapai 3.000 ton per bulan.

"Ini merupakan peluang pasar yang harus dimanfaatkan oleh kita semua, baik pembudidaya maupun pelaku pasar maupun eksportir," kata Menteri Edhy.

Angka sementara produksi rumput laut Indonesia sepanjang tahun 2019 mencapai 9,92 juta ton. Pada 2020, KKP menargetkan produksi rumput laut sebesar 10,99 juta ton.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement