REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ani Nursalikah*
Terus terang, beberapa hari lalu saya sedikit galau. Idul Fitri yang tinggal menghitung hari penyebabnya. Bukan, bukan soal THR.
Rumah orang tua saya adalah tempat berkumpul kerabat ketika Idul Fitri. Rumah kami biasanya ramai sejak pagi hingga sore ketika Idul Fitri. Kerabat dan tamu silih berganti menyambangi.
Tapi, di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini, tentu silaturahim secara fisik sangat tidak dianjurkan. Menciptakan kerumunan sendiri di rumah sangat berpotensi menyebabkan terjadinya penyebaran virus Covid-19. Kita tidak mau kan tertular dan menulari?
Seperti banyak kita dengar di media, masih banyak orang yang kurang pemahamannya mengenai cara menghindari penyebaran Covid-19, cara menjaga kebersihan diri, dan menjaga kesehatannya. Hal ini juga terjadi di lingkaran keluarga besar dan tetangga saya.
Ada yang sudah paham, namun ada juga yang cuek seakan dirinya kebal Covid-19. Untuk yang cuek inilah yang membuat saya galau. Galau kalau-kalau ia datang dan memaksakan berkunjung ke rumah.
Saya merasa tidak bisa diam saja. Akhirnya, saya unggah pesan di grup Whatsapp keluarga yang intinya mengatakan untuk sementara ini kami tidak menerima tamu demi menjaga kesehatan bersama. Sekitar tiga hari saya menahan dari membuat pengumuman itu karena khawatir juga membuat kerabat tersinggung atau baper.
Saya tambahkan juga di pesan itu bahwa kami sangat sedih tidak bisa bertemu langsung dan berharap pandemi ini segera berakhir. Tak lupa pula, kita saling mendoakan. Alhamdulillah, respons mereka cukup positif. Kami sepakat silaturahim dilakukan secara virtual.
Jadi kegalauan saya tidak sia-sia. Kalian yang mengalami galau serupa saya, sebaiknya bilang saja terus terang tidak menerima tamu. Karena beberapa orang perlu diberi afirmasi tegas, tujuannya agar sama-sama tenang dan saling menjaga.
Lantas, apa saja sih protokol Covid-19 itu? Protokol itu antara lain, rajin mencuci tangan dengan sabun, selalu menggunakan masker di luar rumah, menjaga jarak minimal dua meter dengan orang lain, dan menghindari kerumunan orang.
Prinsip mengutamakan kesehatan wajib dilaksanakan Muslim daripada melaksanakan ibadah sunnah. Sholat Idul Fitri hukumnya sunnah.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengakui Idul Fitri ialah saat bergembira atas nikmat Allah setelah berpuasa penuh di bulan Ramadhan. Sayangnya, dalam kondisi pandemi ini, sebaiknya ibadah keluar rumah tidak ditunaikan.
Mu'ti menjelaskan dasar pemikirannya ialah kaidah saddu al-dzariah atau mencegah terjadinya bahaya. Kegiatan ibadah di luar rumah seperti sholat Idul Fitri dan kegiatan hiburan dikhawatirkan menularkan virus corona yang belum ada obatnya. Dia mengatakan ibadah yang mengandung risiko, apalagi bukan ibadah wajib, lebih baik ditinggalkan.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas juga telah mengimbau umat Islam menghindari bersalaman pada Hari Raya Idul Fitri. Hal itu supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan berupa penyebaran dan penularan virus corona. Salah satu cara penyebaran virus paling efektif adalah melalui berjabat tangan. Sebagai gantinya, umat bisa menangkupkan tangan di dada saat bertemu sesama Muslim.
Jangan tersinggung jika bertemu tetangga atau saudara yang tidak mau bersalaman dan sebaiknya kita pun tidak memaksakan harus bersalaman. No baper meski Idul Fitri kita lakukan tanpa jabat tangan. Bahkan, sudah seharusnya hal itulah yang kita lakukan.
Idul Fitri tahun ini pun akan menjadi momen perdana bagi saya dan keluarga yang menunaikan sholat Idul Fitri di rumah. Seumur-umur saya hidup, baru kali inilah saya akan merasakan Lebaran di rumah, tanpa kunjungan saudara dan tetangga, tanpa berkumpul dengan keluarga lengkap, dan tanpa kemana-mana. Tentunya akan menjadi pengalaman baru yang tak akan terlupakan. Patut kita ingat, Lebaran dalam suasana darurat ini bukan hanya kita yang mengalami, seluruh Muslim di dunia juga mengalaminya.
Karena kondisi yang serba darurat dan terbatas, ada baiknya kita gaungkan semangat kesederhanaan dan memberi kepada orang-orang yang membutuhkan. Banyak orang mengalami kesulitan ekonomi dan tidak sedikit yang kehilangan pekerjaan. Uang yang kita sisihkan untuk membeli baju baru, alangkah lebih bermanfaat jika disumbangkan.. Bukankah, Rasulullah menganjurkan kita untuk memakai pakaian terbaik saat Hari Raya, bukan pakaian yang terbaru.
*) penulis adalah jurnalis republika.co.id