Kamis 28 May 2020 08:34 WIB

AS tak Lagi Anggap Hong Kong Wilayah Otonomi Khusus

Undang-undang keamanan yang akan diterapkan China di Hong Kong jadi pertimbangan AS.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan AS tak lagi menganggap Hong Kong wilayah otonomi khusus.
Foto: AP Photo/Sait Serkan Gurbuz
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan AS tak lagi menganggap Hong Kong wilayah otonomi khusus.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) telah mengumumkan tidak akan lagi memperlakukan Hong Kong sebagai wilayah otonom tujuan perdagangan dan ekonomi. Keputusan itu diambil setelah China bersiap untuk memberlakukan undang-undang (UU) keamanan di wilayah tersebut.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan, AS tidak akan lagi mempertahankan hubungan perdagangan khusus dengan Hong Kong. AS tidak lagi menganggap Hong Kong sebagai daerah otonom, seperti yang telah dilakukan sejak serah terima wilayah pendudukan oleh Inggris ke China pada tahun 1997.

Baca Juga

"Tidak ada alasan lagi hari ini bahwa Hong Kong memiliki otonomi tingkat tinggi dari China, mengingat fakta di lapangan," kata Pompeo dikutip dari the Guardian.

Langkah AS tersebut dapat memiliki konsekuensi serius bagi industri keuangan Hong Kong. "Sementara AS pernah berharap bahwa Hong Kong yang bebas dan makmur akan memberikan model untuk China yang otoriter, sekarang jelas bahwa China menjadi contoh bagi Hong Kong," katanya.

Langkah AS dapat memberikan dampak serius pada ekonomi Hong Kong, terutama jika sektor keuangannya terkena sanksi sebagai akibat dari langkah tersebut. Padahal, Hong Kong digunakan oleh Beijing sebagai portal untuk berurusan dengan dunia luar.

Dampak keputusan AS terhadap Hong Kong dan China akan sangat bergantung pada langkah yang diterapkan. Berakhirnya status perdagangan preferensial akan berarti pengenaan tarif yang sama dengan yang diterapkan AS untuk produk-produk China, tetapi Hong Kong memiliki perdagangan barang yang terbatas dengan AS.

“Kita bisa melihat modal keluar. Kita bisa melihat bisnis AS keluar dari Hong Kong, ekspatriat pergi, dan berakhir sudah Hong Kong sebagai pusat keuangan internasional seperti yang kita kenal, ” kata direktur proyek pembangkit listrik China di Pusat Studi Strategis dan Internasional, Bonnie Glaser.

Beijing sedang bersiap untuk memberlakukan UU keamanan di Hong Kong pada Kamis (28/5). Kondisi itu dapat mengancam kebebasan yang diberikan kepada warganya di bawah kebijakan "satu negara, dua sistem".

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement