Kamis 28 May 2020 13:17 WIB

Jaga Semangat Ramadhan dengan Mengalahkan Hawa Nafsu

Ramadhan menggembleng kita melawan hawa nafsu segala hal yang dicintai.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Ani Nursalikah
Jaga Semangat Ramadhan dengan Mengalahkan Hawa Nafsu. Ilustrasi.
Foto: Antara
Jaga Semangat Ramadhan dengan Mengalahkan Hawa Nafsu. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semangat melawan hawa nafsu saat Ramadhan harus tetap dipertahankan demi mendapat predikat taqwa yang sebenarnya. Jangan sampai hawa nafsu yang tak terkendali di syawal dan bulan lain di luar Ramadhan merusak pahala ibadah Ramadhan kita. 

Demi dapat mengendalikan hawa nafsu di luar Ramadhan, Pimpinan Majelis Taklim dan Dzikir Baitul Muhibbin, Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi menyampaikan kisah perjuangan Thalut melawan Jalut. Kisah ini dapat menjadi renungan kita agar tetap istiqamah menjaga semangat ibadah Ramadhan seterusnya. 

Baca Juga

Habib Abdurrahman mengisahkan, seorang yang bernama Thalut merupakan panglima beriman dan gagah berani yang berpesan kepada pasukannya. "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, maka ia bukanlah pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku.” 

Kemudian terlihat mereka meminumnya, kecuali sedikit di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya."

Orang-orang yang meyakini mereka akan menemui Allah berkata seperti diabadikan surah Al Baqarah ayat 249. "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Dalam kisah ini kata Habib Abdurrahman, Allah mengaitkan kemenangan dalam suatu pertempuran dengan melawan nafsu pribadi terlebih dahulu. "Kemenangan mustahil diraih jika kita justru mengikuti nafsu pribadi," katanya.

Ayat di atas kata Habib Abdurrahman, menjelaskan bagaimana para tentara Thalut yang lelah, kepanasan dan kehausan lalu bertemu sungai yang jernih, tetap dipesankan agar jangan ada yang meminumnya sama sekali. Jika harus minum karena dahaga yang amat sangat, cukuplah menceduk air dengan satu cedukan telapak tangannya jangan berlebihan.

Namun kenyataannya, justru mayoritas mereka meminumnya berlebihan sampai dirasa puas, dan sedikit sekali yang tidak minum. Sungai itu mengalir di bawah kaki kita, dia adalah gambaran dunia. 

Dalam hal ini, katanya, ada tiga tipe manusia. Pertama, yang meminumnya sampai puas, yang tidak minum sama sekali, dan yang sekadar mencicipi.

"Ramadhan menggembleng kita melawan segala hal yang dicintai dan tahan menghadapi segala hal yang tidak sukai," katanyan

Menghadapi dunia dengan selamat pada hakikatnya dengan dua kalimat di atas, melawan segala hal yang dicintai dan tahan menghadapi segala hal yang tidak sukai demi kelompok inilah Allah menciptakan dunia secara khusus.

"Demi merekalah Allah menciptakan surga karena merekalah penghuni surga yang hakiki," katanya.

Adapun kelompok yang lain hanya menjadi tentara hawa nafsu dan bahan bakar neraka. Ramadhan, puasa dan zakat menjadi waktu dan media agar kita menjadi kelompok yang pertama tadi, yang di dunia kita dihantarkan kembali ke fitrah atau Idul Fitri.

Pada kesempatan itu, Habib Abdurrahman mengajak kita semua berdoa agar tidak menjadi manusia yang masuk golongan menikmati kenikmatan dunia yang fana. "Ya Allah jadikanlah kami masuk dalam golongan yang tidak minum air dunia, dan jika harus meminumnya, jadikan hanya sekadar mencicipinya, jangan biarkan kami berpuas diri dan berlebihan. Aamin," katanya.

"Selamat menempuh jalan nan fitri saudaraku Allahu ma'akum," katanya menutup tausiyah virtualnya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement