Kamis 28 May 2020 12:55 WIB

Pesan UAS dalam Menghadapi New Normal

Kebijakan new normal memungkinkan masjid dibuka kembali,

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Pesan UAS Menghadapi New Normal. Ustadz Abdul Somad
Foto: (dok @ustadzabdulsomad_official)
Pesan UAS Menghadapi New Normal. Ustadz Abdul Somad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Indonesia berisap memulai tatanan kehidupan baru atau new normal. Masyarakat pun harus beradaptasi dengan berbagai hal ditengah pandemi Covid-19.

Ustadz Abdul Somad (UAS) berpesan pada umat Islam untuk menyiapkan berbagai hal bila kebijakan new normal mulai diberlakukan. Terutama yang berhubungan dengan pelayanan ibadah di masjid, sebab dengan kebijakan yang baru tersebut memungkinkan masjid-masjid kembali dibuka seperti sebelumnya.

Baca Juga

UAS meminta setiap lapisan masyarakat juga pengurus masjid disiplin terutama dalam menjalankan protokol kesehatan. "Jika new normal diterapkan, saya bicara sebagai tokoh agama. Saya harap masyarakat, jamaah, pengurus masjid, supaya disiplin. Depan pintu masjid ada ruang disinfektan, ada hand sanitizer, fasilitas cuci tangan dengan sabun," kata UAS kepada Republika.co.id, Kamis (28/5).

UAS pun meminta jamaah yang hendak beribadah ke masjid membawa sajadah dari rumahnya masing-masing. Jamaah juga diminta menggunakan masker, membuat shaf sholat berjarak, dan tidak bersalaman dengan jamaah lainnya untuk mencegah dan memutus penyebaran Covid-19. 

UAS juga meminta kepada pengurus masjid agar ada kaca pembatas antara jamaah dengan Imam atau Khatib. "Jangan sampai makmum salah fokus," katanya.

Kendati demikian, UAS meminta agar tidak menyalakan masjid bila nantinya terjadi penularan Covid-19 sebagai konsekuensi new normal. UAS berpendapat yang kompeten untuk menentukan siap atau tidaknya menjalankan new normal adalah dokter. Ia mengkhawatirkan bila pemerintah salah mengambil kebijakan, masyarakat akan menjadi korban. 

"Kalau terjadi penularan jangan salahkan masjid. Kita berhadapan dengan virus mematikan.Yang bisa memutuskan kita siap atau tidak adalah dokter, berdasarkan data dan fakta. Bukan ekonom, politikus, apalagi pengamat. Kalau salah mengambil keputusan ini, yang jadi korban adalah masyarakat," katanya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement