Kamis 28 May 2020 16:31 WIB

Hoaks Sasar Ulama: Dari Aa Gym Sampai Mamah Dedeh

Pelanggaran beredarnya berita palsu (hoaks) ini mendapatkan sanksi.

Ustazah Mamah Dedeh
Foto: Thoudy Badai_Republika
Ustazah Mamah Dedeh

REPUBLIKA.CO.ID

Oleh: Fuji E Permana, Febryan. A, M Fauzi Ridwan, Muhyiddin, dan Haura Hafizah

Di era digital ini hoaks mudah sekali dibuat dan disebarkan melalui berbagai jenis media sosial. Masyarakat yang tidak memiliki kemampuan menyaring dan memilih informasi, kerap percaya dan ikut menyebarkan hoaks di media sosial. Sejumlah nama ulama beken pun jadi obyek pemberitaan hoaks. Tak hanya ulama, lembaga setingkat MUI pun mengalami hal serupa, terlebih lagi lembaga pemerintahan. Konten beritanya, terkait dengan pandemi covid-19, yang saat ini masih merebak di Tanah Air.

Menyangkut berita hoaks ini, Kabag Penum Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, telah menangani 103 kasus hoaks terkait virus Corona atau Covid-19. Dengan rincian lima besar yaitu Polda Metro Jaya (PMJ) 14 kasus, Jawa Timur (Jatim) 12 kasus, Riau 9 kasus, Jawa Barat (Jabar) 7 kasus, Ditsiber Bareskrim 6 kasus dan sisanya 55 kasus ditangani oleh Polda jajaran. Konten hoaks tersebut paling banyak ditemukan ada di DKI Jakarta sebanyak 14 kasus.

Namun sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat sedikitnya 686 berita hoaks terkait virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) yang beredar. Pelanggaran beredarnya berita palsu ini mendapatkan sanksi.

"Ada 103 (akun media sosial) mengenai Covid-19 yang bermasalah dan menyalahi hukum. Kemudian ada sebanyak 686 berita hoaks Covid-19 per hari ini," ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Widodo Muktiyo saat video conference di akun youtube saluran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Rabu (13/5).

Ironis memang, di tengah pandemi Covid-19, orang (hoakers) bukannya berempati, tapi malah justru membuat gaduh suasana. Teranyar, korban hoaks ini adalah Ustazah Mamah Dedeh. Hoaks tersebut berupa tulisan singkat yang dibagikan melalui Whatsapp. Tulisan itu mengandung informasi bahwa Ustazah Mamah Dedeh telah meninggal dunia di sebuah Rumah Sakit (RS) di Tangerang, Banten pada Selasa (26/5) jam 22.28 WIB.

Setelah informasi tersebut diverifikasi oleh Republika pada Rabu (27/5) pagi, Mamah Dedeh melalui pesan Whatsapp menyampaikan bahwa informasi itu adalah kabar hoaks atau kabar bohong. Ini pesan Whatsapp Mamah Dedeh yang diterima Republika:

"Assalamualaikum, berita tentang Mamah Dedeh meninggal itu hoaks. Alhamdulillah, Mamah Dedeh sampai saat ini sehat walafiat," kata Ustazah Mamah Dedeh melalui pesan singkat kepada Republika, Rabu (27/5) pagi.

Ustazah Mamah Dedeh menyampaikan, doakan Mamah Dedeh sehat dan panjang umur. Mamah Dedeh bersama keluarga mengucapkan terimakasih atas perhatiannya.

Berita hoaks sebelumnya juga menerpa kiai kondang Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym. Pesan berantai yang muncul di media sosial itu tentang kebijakan pemerintah menyangkut covid-19 yang dinilai menyudutkan Islam dengan penulis mencatut nama Ustaz Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym. Aa Gym melalui akun resmi miliknya di instagram membantah hal tersebut.

"Sahabat sekalian, pesan yang tersebar di atas ini bukan tulisan atau materi tausiah yang disampaikan oleh KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym," ujar keterangan resmi di instagram tersebut.

Dengan mencatut nama Aa Gym, tulisan tersebut berjudul "Perjuangan Kita menahan diri di rumah aja di hianati lagi". Isi tulisan membahas tentang pernyataan dan kebijakan pemerintah hingga kini masih menyayat umat Islam. Ulama dan Islam sudah sepuluh tahun terakhir "digitu-gituin" oleh mereka.

Tulisan tersebut juga membahas tentang rasa sakit ketika masjid-masjid dikunci, ibadah berjamaah pada saat Ramadan hampir tidak pernah terisi di masjid-masjid. Setelah Ramadan mau usai, mereka malah mengadakan konser besar-besaran.

"Aa mendapatkan WA yang mengatasnamakan Aa padahal isinya sama sekali bukan tulisan Aa. Aa sangat bersyukur bila dibantu diinformsikan kepada masyarakat tentang berita bohong ini," ujarnya.

Hoaks pun menerpa Majelis Ulama Indonesia ((MUI) Pusat. Kabar hoaks itu menyebutkan tentang diadakannya rapit test Covid-19 terhadap ulama, kiai, dan ustadz di seluruh Indonesia. 

Wakil Ketua Umum MUI, KH Muhyiddin Junaidi dan Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas pun langsung mengeluarkan pernyataan klarifikasi pada Senin (25.5). Anwar menjelaskan, hoaks tersebut berbentuk naskah satu halaman yang isinya menyerukan kepada seluruh MUI Provinsi, Kabupaten/Kota agar berhati-hati dan waspada dengan diadakannya rapid test Covid-19 terhadap ulama, kiai, dan ustadz di seluruh Indonesia. Naskah tersebut tertanggal 03 April 2020 dan dikeluarkan oleh Sekretariat MUI Pusat.

“Mengingat kabar tersebut telah menimbulkan keresahan dan kebingungan di masyarakat, maka dengan ini Dewan Pimpinan MUI Pusat menyatakan klarifikasi (tabayyun). DP MUI Pusat menyatakan kabar tersebut bohong,” tegas Anwar dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id.

Ya, ini  karena DP MUI Pusat tidak pernah mengeluarkan surat, pengumuman, pernyataan dan sejenisnya yang isinya agar seluruh MUI Provinsi, Kabupaten/Kota berhati-hati dan waspada dengan diadakannya Rapid Test Covid-19 terhadap ulama, kiai, dan ustaz di seluruh Indonesia.

DP MUI pun mendesak kepada pihak berwenang untuk mengusut tuntas pembuat kabar hoaks yang mengatasnamakan MUI tersebut. Pasalnya, hoaks itu telah menciptakan keresahan dan kebingungan umat Islam dan masyarakat luas, merusak nama organisasi MUI, dan berupaya menghalangi program pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi wabah Covid-19.

Maka, sebagai langkah selanjutnya, DP MUI Pusat akan segera melaporkan kabar hoaks ini kepada Kepolisan RI, Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN).

Ironis memang, di tengah pandemi Covid-19, berita dan akun yang bermasalah semakin banyak beredar di media sosial. Kendati demikian, ditegaskan dalam Undang-Undang (UU) ITE yang menyebutkan bila berita yang menyalahi aturan akan mendapatkan sanksi atau tindakan tegas. Beberapa tingkatan tindakan yang dilakukan Kemenkominfo pun telah dilakukan.

Pertama, pemerintah berbicara dengan internet service provider (ISP), kemudian kalau pelanggaran itu terjadi di media sosial, maka Kemenkominfo akan berbicara dengan platform dan kalau terbukti melanggar akan di take down. Lebih dari itu, pemerintah pun dapat mengambil langkah atau sanksi yang lebih tegas dengan mambawanya ke ranah hukum. Dengan cara demikian, diharapkan adanya efek jera dari para hoakers, semoga. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement