Jumat 29 May 2020 12:10 WIB

Kolaborasi Teliti Terapi Plasma Konvalesen

Plasma ditransfusikan ke penderita Covid-19 dengan kondisi fase sedang sampai berat.

Tim Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto bekerja sama dengan Biofarma dan Lembaga Eijkman sedang melakukan penelitian pemanfaatan plasma pemulihan dari pasien Covid 19 yang telah sembuh dari infeksi SARS-CoV-2.
Foto: .
Tim Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto bekerja sama dengan Biofarma dan Lembaga Eijkman sedang melakukan penelitian pemanfaatan plasma pemulihan dari pasien Covid 19 yang telah sembuh dari infeksi SARS-CoV-2.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto bekerja sama dengan Biofarma dan Lembaga Eijkman sedang melakukan penelitian pemanfaatan plasma pemulihan dari pasien Covid 19 yang telah sembuh dari infeksi SARS-CoV-2. Hasil penelitian dapat membantu penyediaan produk plasma konvalesen anti-Covid-19 di Indonesia.

Ihwal kolaborasi penelitian itu diungkap dr Sonia Wibisono usai berbincang-bincang dengan peneliti RSPAD Gatot Soebroto di Jakarta. Menurutnya penelitian diharapkan bisa menemukan metode untuk mengolah plasma konvalesen dari pasein Covid dan menyediakan material plasma konvalesen untuk uji lanjutan. "Yaitu uji efikasi pada pasien Covid yang berat serta memberikan informasi bagi ilmu pengetahuan untuk pengembangan plasma konvalesen Covid-19 di Indonesia," ujar dia, Jumat (29/5).

Sonia mengatakan nilai sosial penelitian ini adalah untuk mendapatkan alternatif cara mengatasi masalah yang sifatnya mendesak. Juga kontribusi terhadap suatu penciptaan atau kebermanfaatan dalam melakukan evaluasi intervensi terapi terhadap penderita Covid berat. "Serta upaya untuk mendesiminasikan hasil sehingga bermanfaat bagi penanggulangan kedarurataan penanganannya di berbagai wilayah di Tanah Air," ujar dokter yang juga influencer ini.

Dalam penelitian ini dibutuhkan pendonor darah yang telah sembuh dari Covid 19, untuk memberikan persetujuan setelah penjelasan secara sukarela. Sonia mengatakan tidak ada keharusan atau paksaan terhadap pendonor untuk memberikan darahnya. Pendonor bebas memutuskan apakah bersedia menyumbangkan plasmanya.

Usia pendonor dibatasi untuk 18 tahun atau lebih hingga 60 tahun. Pendonor pun telah bebas gejala selama setidaknya 14 hari yang dibuktikan melalui uji PCR dua kali negatif swab nasofaringeal dan tidak demam. Atau 14 hari diulang swab nasopharyngeal negatif.

Demikian halnya bagi pasien yang sedang dirawat di RS yang akan diberikan plasma (resepien), dapat memberikan persetujuan secara sukarela setelah diberikan penjelasan. Bila kondisi penderita tidak memungkinkan memberikan persetujuan, keluarga atau perwakilah secara hukum diminta untuk memberikan persetujuan. "Dengan demikian, tidak ada paksaan, bujukan yang tidak semestinya," ucapnya.

Plasma pendonor diolah di UTD (Unit Transfusi Darah) RSPAD, yang juga melibatkan Lembaga Biofarma dan Eijkman. Plasma lantas akan ditransfusikan ke penderita Covid-19 yang sedang dirawat di RSPAD mulai dari kondisi fase sedang sampai berat.

Menurut Sonia perkembangan pasien sebelum dan setelah transfusi plasma dipantau perubahan gejala klinisnya. Begitu juga kondisi pengurangan lesi paru pada pemeriksaan imaging paru, perbaikan kriteria laboratorium rutin dan fungsi paru sebagai parameter penyembuhan penderita.

"Penelitian dilaksanakan setelah mendapat surat kelayakan etik dari KEPK (Komisi Etik Penelitian Kesehatan RS Bethesda yang telah terdaftar di Kementerian Kesehatan," kata Sonia mengungkapkan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement