REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang sedang mempertimbangkan untuk membuka kembali perbatasannya bagi pelancong dari negara-negara tertentu yang memiliki tingkat infeksi virus corona yang rendah. Negara itu telah mulai melonggarkan sejumlah pembatasan yang diberlakukan awal tahun ini untuk mengendalikan wabah virus corona.
Ketika sekolah, bioskop, klub olahraga dan toko serba ada dibuka kembali di ibu kota negara, Tokyo, pada Senin (1/6), media telah melaporkan bahwa pemerintah juga berencana untuk mengizinkan para pelancong dari Thailand, Vietnam, Australia dan Selandia Baru berkunjung negara itu dalam beberapa bulan mendatang.
Tidak ada komentar langsung dari kementerian luar negeri terkait pemberitaan itu. Sekitar 17 ribu kasus virus corona telah dikonfirmasi di Jepang pada Senin (1/6) pagi, dengan sekitar 900 kematian.
Sejak Februari, Jepang telah melarang masuk pelancong asing untuk membatasi penyebaran virus dari pengunjung luar negeri.
Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengizinkan pelancong untuk tujuan bisnis dari empat negara itu untuk berkunjung ke Jepang jika mereka diuji negatif untuk Covid-19 dalam dua tes terpisah yang dilakukan pada saat keberangkatan dari negara asal mereka dan saat tiba di Jepang, menurut laporan Asahi Shimbun, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya.
Setelah diizinkan masuk ke negara itu, pergerakan pengunjung akan dibatasi hanya di sejumlah area yaitu tempat tinggal, kantor perusahaan dan pabrik, kata surat kabar itu, seraya menambahkan bahwa penggunaan transportasi umum akan dilarang.
Bersama dengan Jepang, Thailand, Vietnam, Australia dan Selandia Baru adalah anggota Kemitraan Trans-Pasifik (TPP-11), yang memiliki ikatan dagang yang kuat dengan Jepang.
Asia Tenggara menyumbang hanya 4,4 persen dari infeksi Covid-19 global, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, jauh lebih rendah daripada Amerika atau Eropa, yang masing-masing menyumbang sekitar 40 persen.
Pemuda Vietnam adalah kelompok pekerja asing dengan pertumbuhan tercepat di Jepang. Banyak yang tiba sebagai bagian dari program pelatihan teknis yang dibentuk oleh pemerintah Jepang, yang secara luas dilihat sebagai cara untuk mendatangkan pekerja kerah biru di Jepang yang sangat hati-hati pada imigrasi.