REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pengurus Besar Nahdlatul Ulam (PBNU) menganjurkan agar pelaksanaan sholat Jumat tetap dilaksanakan dalam satu waktu.
Wasekjen PBNU, KH Masduki Baidowi mengatakan, diperbolehkan atau tidaknya melaksanakan sholat Jumat secara bergelombang, tergantung pada sebab dan tingkat kedaruratannya.
"Memang kalau MUI DKI membolehkan begitu, tapi sebaiknya menurut kami PBNU, lebih baik dilakukan secara bersamaan jika memang masih memungkinkan secara tempat. Jadi walaupun ada pendemi seperti ini kami sarankan untuk melakukan sholat Jumat di waktu yang bersamaan," jelas Baidowi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (3/6).
Menurut dia, jika masih terdapat tempat lain yang dapat dimanfaatkan, maka sholat Jumat lebih baik dilaksanakan dalam satu waktu, meski dilakukan di tempat yang berbeda.
Sholat Jumat secara bergelombang ini, kata dia, hanya dapat dilakukan jika tidak tersedianya tempat yang cukup atau adanya batasan waktu yang mengharuskan sholat dikerjakan secara bergantian.
Dia menyebutkan, misalnya suatu masjid yang asal mulanya bisa menampung 100 orang, tapi karena adanya social distancing jadi hanya mampu menampung 50 orang saja, lantas 50 orang sisanya dapat mencari tempat lain, di lapangan misalnya, untuk melaksanakan sholat Jumat di saat itu juga (waktu yang sama).
“Karena memang masih memungkinkan secara tempat untuk melaksanakan sholat Jumat dalam satu waktu," jelasnya.
Berbeda misalnya, kata dia, di industri yang tidak bisa dilaksanakan secara bersamaan maka bisa dilakukan secara bergelombang, atau di daerah minoritas Muslim dimana tempat untuk beribadah sangat terbatas, maka bisa dilakukan secara bergelombang. Jadi tingkat kedaruratannya itu sangat kontekstual.
Di sisi lain, Baidowi juga mengingatkan tentang fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 14 tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah di tengah wabah Covid-19 pada 16 Maret 2020. Dimana sholat Jumat dapat diganti dengan sholat Zuhur di tempat kediaman, karena sholat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang, sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal.
"Dan sebenarnya kalau posisinya masih zona merah, maka masih berlaku fatwa yang membolehkan untuk tidak sholat Jumat dulu karena tingkat bahayanya masih tinggi," katanya.
Dalam Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta tertanggal 16 Juli 2001 diputuskan bahwa sholat Jumat boleh dilaksanakan dua sif, dengan syarat waktu pelaksanaannya masih dalam batas waktu Zuhur.
Semua pelaksanaan sholat Jumat tersebut dinilai sah, sehingga tidak perlu dilakukan ibadah sholat Zuhur, demikian bunyi putusan Komisi Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta tersebut.
Sementara Fatwa MUI Pusat Nomor 5/MUNAS VI/MUI/2000 tentang Pelaksanaan Sholat Jumat Dua Gelombang menimbang pelaksanaan Sholat Jumat dua gelombang atau lebih dari satu kali boleh dilakukan di industri yang sistem operasionalnya bersifat nonstop 24 jam. Muslim yang bekerja di industri tersebut tidak dapat melaksanakan sholat Jumat, kecuali jika dilakukan dengan dua gelombang.
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla mengatakan imbauan terkait penyelenggaraan sholat Jumat secara bergelombang dalam beberapa sif diterbitkan sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta yang diterbitkan tahun 2001.
"Kami (DMI) menganjurkan untuk sholat Jumat dua kali atau dua gelombang atau dua sif itu sesuai dengan fatwa MUI DKI Tahun 2001. Jadi memang ada dua fatwa, kalau (fatwa) MUI Pusat itu kalau di industri, kalau (fatwa MUI DKI) ini karena kekurangan tempat, jadi boleh," kata JK, di Jakarta, Selasa (2/6).