Sektor manufaktur mengalami tantangan sekaligus lompatan yang besar di era kemajuan teknologi digital dan internet, atau kerap kali disebut era industri 4.0. Presiden Joko Widodo bahkan telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 di tahun 2018 yang menjadi acuan strategi dan arah revitalisasi sektor manufaktur. Ada 5 sektor industri yang menjadi tulang punggung Making Indonesia 4.0, yaitu industri makanan dan minuman (mamin), tekstil dan pakaian, otomotif, kimia serta elektronik.
Selama 5 tahun terakhir (2015 – Triwulan I 2020) realisasi investasi di sektor manufaktur mencapai Rp1.348,9 triliun. Sektor utama yang paling diminati dan menjanjikan adalah industri makanan yang investasinya mencapai Rp293,2 triliun atau setara dengan US$21,4 miliar dengan persentase total investasi sebanyak 21,7%.
Baru disusul oleh industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya yang menunjukkan peningkatan tahun 2019 dan Triwulan I/2020 dengan total investasi mencapai Rp266,7 triliun atau setara US$19,4 miliar Selanjutnya, industri kimia dan farmasi berada di peringkat ketiga dengan nilai investasi Rp243,9 triliun atau setara US$18,1 miliar.
Plt Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Farah Indriani mengatakan, sektor manufaktur berpotensi besar untuk jauh lebih meningkat. Dengan adanya kemajuan teknologi dan internet, proses produksi akan lebih efisien. Di samping itu, Indonesia juga memiliki keunggulan dari letak geografis dan pasar domestik sehingga dapat dijadikan hub manufaktur di wilayah ASEAN.
“Angka-angka ini menjadi refleksi bahwa tidak bisa dipungkiri jika pasar domestik Indonesia adalah magnet investasi, khususnya industri makanan dan minuman. Diantara dua sektor lainnya di atas, hanya industri makanan yang porsi PMDN-nya lebih besar dari PMA. Di sini kita yakin kalau industri ini akan cukup stabil dari guncangan ekonomi dunia,” ujar Farah.
Meskipun data realisasi investasi BKPM untuk sektor industri makanan pada 5 tahun terakhir menunjukkan adanya fluktuasi, namun secara rata-rata mengalami kenaikan sebesar 3% per tahun dan tetap berada pada peringkat teratas total realisasi investasi sektor sekunder. Pada tahun 2017, industri makanan mencapai puncak tertinggi dengan total investasi mencapai Rp64,8 triliun atau senilai US$4,86 miliar. Sementara itu, realisasi investasi industri logam dasar pada 5 tahun terakhir meskipun tidak selalu menjadi yang teratas, menunjukkan potensi besar yang terlihat dari rata-rata pertumbuhannya mencapai 11% per tahun.
“Kalau kita merunut data industri makanan, memang kenaikannya tidak sebanyak investasi industri logam dasar. Kenaikan investasi di industri logam dasar juga merupakan sinyal bahwa pembangunan industri di tanah air berjalan dengan cepat. Indonesia tetap dipercaya oleh investor baik dalam maupun luar negeri” jelas Farah.
Dalam periode 2015 – Triwulan I /2020, 5 total realisasi investasi terbesar di sektor sekunder dicapai oleh Industri Makanan (Rp293,2 triliun); industri logam dasar (Rp266,7 triliun); industri kimia dan farmasi (Rp243,9 triliun); industri mineral non logam (Rp109,3 triliun); dan industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain (Rp 106,4 triliun).
Editor : Eva Martha Rahayu
www.swa.co.id