REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan program restrukturisasi kredit akan mengganggu arus kas atau cashflow perbankan dan lembaga pembiayaan. Sebab kedua industri jasa keuangan ini harus membayar dana pinjaman dari bank lain, sehingga berpengaruh terhadap seretnya likuiditas.
"Kalau (nasabah) ini tidak ngangsur pokok dan bunga, maka cashflow bank dan lembaga keuangan itu akan terganggu, sehingga (kekurangan) likuiditas ini akan dialami oleh lembaga perbankan maupun keuangan. Karena baik direstrukturisasi maupun tidak direstrukturisasi ternyata likuiditasnya itu tidak ada yang masuk kecuali kalau bayar," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat video conference, Kamis (4/6).
Dalam kondisi normal, menurut Wimboh, gangguan likuiditas bank dan lembaga pembiayaan bisa disiasati dengan cara melakukan interbank call money atau pinjaman singkat antarbank. Namun upaya ini akan sulit direalisasi di tengah kondisi pandemi saat ini.
"Tentunya ini yang harus kita siapkan di mana dalam kondisi normal bagaimana interbank call money ternyata tidak jalan, maka bisa repo (repurchase aggrement) surat utang ke Bank Indonesia. Tapi dengan begitu ada kemungkinan tekanannya masih ada," jelasnya.
Oleh karena itu OJK bersama pemerintah membentuk skema penempatan dana pemerintah pada perbankan untuk mendukung program restrukturisasi. Wimboh menyebut skema ini sebagai pinjaman likuiditas dari dana pemerintah yang disimpan di bank peserta.
"Bank peserta ini adalah bank yang biasanya sudah menjadi supplier di money market. Jumlahnya (bank peserta) sudah kita hitung, itu didesain untuk membantu likuiditas apabila likuiditas dengan interbank call money sudah tidak mungkin, repo ke Bank Indonesia juga sudah tidak mungkin karena mungkin surat berharga yang dimiliki sudah habis. Dengan ini, maka bank tersebut bisa minta pinjaman dari likuiditas pemerintah melalui bank peserta," jelasnya.
Adapun skema penempatan dana pemerintah pada perbankan ditujukan untuk menyangga bank yang mengalami kesulitan likuiditas setelah melakukan restrukturisasi kredit. Skema ini memberikan pinjaman dari bank penyangga (peserta) ke bank penerima (pelaksana restrukturisasi kredit) dengan jaminan kredit yang direstrukturisasi.
Kemudian kredit yang menjadi jaminan tersebut merupakan kredit berkualitas lancar serta kredit dalam penilaian khusus. Bank pelaksana yang membutuhkan bisa mengajukan pinjaman likuiditas kepada bank peserta yang akan meneruskan permohonannya kepada pemerintah.
"Konsepnya adalah business to business antara bank peserta dan bank pelaksana dengan underlying kredit direstrukturisasi. Kalau business to business, itu betul-betul keputusan bisnis. Dengan adanya ini, maka ada amunisi baru pendanaan dari pemerintah yang uangnya ini rencananya berasal dari surat utang pemerintah yang dibeli Bank Indonesia," jelasnya.
Program restrukturisasi kredit tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19. Mekanisme restrukturisasi kredit dilaksanakan berdasarkan penilaian kualitas aset. Keringanan yang diberikan dapat berupa pengurangan tunggakan bunga, perpanjangan jangka waktu kredit, hingga pengurangan tunggakan pokok.