REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO— Angkatan Militer Mesir mengumumkan kematian 19 orang teroris yang meninggal di medan pertempuran di Sinai. Serangan tersebut terjadi selama satu pekan. Dalam pernyataan yang sama, intelijen telah mengonfirmasi keberadaan para ekstremis di beberapa lokasi di sekitar Kota Bir al-Abd, Sheikh Zuweid, dan Rafah di Sinai Utara.
Sebanyak dua serangan dilakukan pasukan militer. Serangan pertama mengakibatkan terbunuhnya tiga orang tersangka di lokasi. Pada tersangka ditemukan senjata otomatis, amunisi, granat, dan amunisi RPG.
"Tim-tim teknik militer juga menemukan dan menghancurkan lima alat peledak yang telah ditanam untuk membidik angkatan bersenjata Mesir," kata para pejabat dilansir dari al-Monitor pada Senin (8/6).
Tentara melaporkan ada lima orang dari anggotanya yang meninggal dunia. Dua orang anggota perwira, satu perwira nonkomisi, dan dua orang prajurit. Menurut Associated Press, lima orang ini meninggal dunia ketika sebuah peledak menghantam kendaraan mereka.
Angkatan Udara Mesir juga melakukan patroli dan serangan udara untuk mencari tempat persembunyian para teroris. Dalam serangan kedua melalui udara tersebut, sebanyak 16 teroris terbunuh sehingga total ada 19 orang tersangka yang meninggal dunia.
Sebelumnya, pada 30 April 2020, sebuah kendaraan militer meledak di dekat Kota Bir al-Abd. Pada peristiwa tersebut, 10 orang tentara, termasuk seorang perwira dan seorang perwira yang tidak ditugaskan, meninggal dunia. Pada 1 Mei, Negara Islam (IS) mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Pakar keamanan dan strategis dan Kepala Forum Timur Tengah untuk Studi Strategis dan Keamanan Nasional, Samir Ghattas, mengatakan, pasukan militer Mesir telah lama bekerja untuk menghentikan terorisme di Sinai. Mereka berniat menghancurkan sumbernya dan menghadapinya.
Menurut Ghattas, Mesir percaya bahwa konfrontasi keamanan tidak dapat dihindari dengan kelompok-kelompok ekstremis. Kelompok-kelompok teror tersebut kerap menggunakan senjata mereka untuk meneror warga, tentara, dan polisi.
"Angkatan bersenjata Mesir meluncurkan Operasi Komprehensif Sinai pada 9 Februari 2018, dengan tujuan para terorisme di Sinai, menghancurkan terorongan yang kerap digunakan untuk menyelundupkan senjata ilegal dan tindakan ilegal lainnya," ujar Ghattas.
Mesir optimistis dan serius dalam memerangi terorisme. Meskipun, akan selalu berjatuhan korban ketika mereka berhadapan dengan para teroris tersebut.
"Karena itulah operasi ini membutuhkan kesabaran, tekad yang besar, dan waktu yang lama sampai para teroris tersebut benar-benar dapat dilumpuhkan selamanya,” kata Ghattas menambahkan.
Ghattas menambahkan bahwa serangan keamanan selama ini sebagian besar telah berhasil dalam mengekang operasi ekstremis di Sinai Utara. Meskipun para teroris belum hilang sepenuhnya, terdapat penurunan frekuensi. Hal ini membuktikan pasukan keamanan telah berhasil mengendalikan mereka.
Ghattas mengatakan, para teroris itu melakukan pembunuhan dan pengeboman yang menargetkan warga sipil seperti serangan yang terjadi di Masjid Al-Rawda di antara Bir al-Abd dan el-Arish pada November 2017. Dalam peristiwa itu, sebanyak 305 orang meninggal dunia.
Ghattas juga mengatakan, negara sedang berupaya mengimplementasikan beberapa proyek yang bertujuan mengembangkan dan merekonstruksi Sinai serta memperkuat hubungannya dengan seluruh Mesir, seperti perluasan wilayah pertanian dan pabrik desalinasi air.
Menurut seorang peneliti, Ali al-Rajjal, serangan teroris yang berulang-ulang di Sinai, khususnya di Sinai Utara, mengungkapkan adanya ketidakseimbangan keamanan utama di daerah itu. Pasukan keamanan harus lebih waspada dan berhati-hati ketika memerangi orang-orang bersenjata yang mengandalkan penipuan dan penyergapan dalam menjalankan operasi mereka.
Menurut dia, sejumlah besar data harus dikumpulkan dengan melacak dan menganalisis gerakan para teroris. Dia menambahkan, pasukan keamanan perlu menyusun rencana terkait bagaimana dan kapan mereka melakukan operasi untuk bisa menggagalkan aksi militan para teroris sebelum mereka menargetkan tentara dan polisi.
Rajjal mengatakan, operasi baru-baru ini yang menewaskan 19 orang teroris dan menghancurkan sejumlah senjata dan amunisi merupakan contoh sempurna tentang cara terlebih dahulu menghentikan aksi bom bunuh diri mereka. Karena itu, dia meminta pasukan keamanan untuk mengintensifkan langkah-langkah seperti itu untuk menghilangkan ekstremis di Sinai Utara.
"Kami berharap untuk meluncurkan banyak operasi serupa terhadap benteng teroris di tahap berikutnya. Ini dapat mengakibatkan kerugian di antara pasukan keamanan, tetapi sangat penting karena serangan berulang yang menargetkan tentara dan polisi selama beberapa tahun terakhir," katanya.
Rajjal curiga para teroris itu akan melakukan serangan balasan pada 30 Juni nanti. Kemudian, pada 30 Juni 2013 terjadi demontrasi menuntut pengunduran diri mantan presiden Mohamed Morsi.