REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kereta api reguler, baik itu antarkota atau kereta api jarak jauh maupun kereta api perkotaan atau kereta rel listrik (KRL) secara bertahap mulai Jumat, 12 Juni 2020 dan tidak lagi mengoperasikan kereta luar biasa (KLB) yang berakhir pada 11 Juni 2020.
“Kita akan membuka KA reguler secara bertahap baik antarkota maupun perkotaan dan memenuhi protokol kesehatan,” kata Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (9/6).
Zulfikri menyebutkan terdapat tiga fase dalam pengoperasi kereta selama masa pandemi Covid-19, yakni Fase 1 saat dioperasikannya KLB mulai 12 Mei hingga 11 Juli. Fase 2, KA reguler mulai beroperasi bertahap dengan pembatasan bersyarat mulai 12 Juni hingga 30 Juni 2020, dan masih memperhatikan ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masing-masing wilayah.
“Ini kita lakukan bergulir, kita lakukan evaluasi bagaimana perkembangan kondisi layanan perkeretaapian,” katanya.
Kemudian, Fase 3 adalah fase pemulihan dengan adanya tatanan kebiasaan baru dengan pesebaran yang lebih terkendali. Dalam pengoperasia KA reguler secara bertahap, Zulfikri mengatakan kapasitas akan ditambah dari maksimal 50 persen menjadi 70 persen untuk KA jarak jauh.
Di tahap kedua, lanjut dia, kapasitas bisa ditambah menjadi 80 persen jika pengoperasian secara bertahap ini kondusif. Namun, Ia menegaskan penumpang harus tetap mematuhi protokol kesehatan, yakni wajib memakai masker, memakai pelindung wajah (face shield) dan menjaga jarak serta disarankan memakai baju lengan panjang.
Sesuai dengan Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 7 Tentang kriteria dan persyaratan perjalanan orang dalam masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Corona Virus Disease (COVID-19), penumpang juga wajib mengantongi hasil tes cepat (rapid test) atau Polymerase Chain Reaction (PCR).
“Untuk penyelenggara sarana prasarana, kita sosislisaiskan menyediakn ‘face shield’ KA antarkota dan harus disediakan operator. Terus juga menyediakan counter penjualan masker. Di stasiun-stasiun harus ada penjual masker dengan harga terjangkau,” kata Zulfikri.
Ia menambahkan operator seharusnya menyediakan sistem nomor antrean dan ruang isolasi apabila ada calon penumpang yang terindikasi tidak sehat atau mengalami gejala serta adanya petugas medis yang mengcek suhu tubuh setiap tiga jam.
“Memisahkan penumpang yang berisiko di atas 50 tahun saat melakukan pemesanan posisi tempat duduk akan dikelompokkan untuk usia di atas 50 tahun agar petugas operator tidak terpapar juga, dilengkapi baik di stasiun dan dilengkapi SOP penanganan darurat yang juga perlu dipahami,” katanya.
Sementara itu, untuk KRL penambahan kapasitas dilakukan bertahap dari maksimal 35 persen menjadi 45 persen dengan menerapkan protokol kesehatan.
“Untuk penumpang, selain pakai masker dan hand sanitizer, juga tidak berbicara di KA karena ini melalui droplet mulut. Juga batuk ditutup jaket dan baju lengan panjang, oni virus lebih cepat mati daripada di tangan langsung,” ujarnya.