REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES) Suroto menganggap staf khusus Kemenkop dan UKM Agus Santoso gagal paham terhadap shadow banking ( bank bayangan) dan pseudo co-operative ( koperasi palsu). Ketidakpahaman ini dikhawatirkan akan memunculkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap koperasi.
Pernyataan Agus soal praktek koperasi yang mengarah ke 'shadow banking' dengan hanya perbolehkan koperasi kembangkan produk Simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela, menurut Suroto, adalah keliru besar. "Agus Santosa telah mendiskriditkan koperasi dengan memberikan ancaman serius soal sanksi pindana sebagaimana diatur dalam pasal 46 UU Perbankkan,” kata Suroto dalam keterangannya melalui watsapp kepada Republika.co.id, Rabu (10/6).
Praktisi koperasi lulusan Universitas Jenderal Soedirman ini, mengatakan kesalahan fatal seorang pejabat otoritas kebijakan koperasi ini, sangat merugikan koperasi. Karena bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap koperasi.
"Prakteknya di lapangan koperasi bukan hanya kembangkan produk simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela, tapi juga punya produk tabungan, deposito dan lain sebagainya,” ungkap Suroto.
Menurut Suroto UU No. 25 Tahun 1992 tidak mengatur pelarangan bagi koperasi untuk mengembangkan produknya. Seharusnya pemerintah malah menghimbau agar koperasi inovatif dalam mengembangkan produknya, sehingga tidak kalah dengan perbankkan dalam penetrasi pasar.
Diingatkannya, fungsi Kementerian Koperasi dan UKM itu sebagaimana diatur dalam UU Perkoperasian adalah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya koperasi. Tugasnya yang wajib diatur secara detail dalam UU Perkoperasian dalam pasal 60 - 64. Salah satunya adalah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan koperasi.
Dalam Pasal pasal 21 poin b UU Perbankkan secara lengkap, kata Suroto, disebutkan bahwa salah satu bentuk badan hukum bank itu dapat saja berbentuk koperasi. "Dia juga tidak membaca secara lengkap tentang fungsi delegasi dari UU Perbankkan yang mengatur perihal bank badan hukum koperasi itu diatur sepenuhnya melalui UU Perkoperasian,” papar Suroto.
Koperasi di luar negeri, menurut Suroto, regulasi perbankkan dan bank sentralnya merekognisi bank koperasi sehingga pintu likuiditasnya terbuka ke bank sentral tanpa harus merusak prinsip koperasi yang dimiliki oleh anggotanya. Seperti Koperasi Bank Populaire di Perancis dan Koperasi Bank Desjardin, Canada yang justru jadi Bank of The Year di dua negara tersebut.
Menurut Suroto, praktek Shadow Banking yang menjadi pemicu "supreme mortage" tahun 2008, bukan dipicu oleh koperasi, tapi oleh praktek lembaga keuangan non bank lainya.