REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mulai hari ini, Senin (15/6), seluruh kantor pemerintah, BUMN, dan swasta di Jabodetabek sudah membagi jam kerja karyawannya ke dalam dua shift. Pembagian shift kerja ini dimaksudkan untuk mengurai kepadatan pengguna transportasi umum yang biasanya menumpuk pada jam keberangkatan 05.30 hingga 06.30 pagi setiap harinya.
Kebijakan pembagian dua shift ini tertuang dalam surat edaran gugus tugas nomor 8 tahun 2020 tentang pengaturan jam kerja di wilayah Jabodetabek. Dengan adanya dua shift, artinya dalam setiap instansi ada dua gelombang jam masuk kerja.
Gelombang pertama adalah pekerja yang masuk pukul 07.00-07.30 WIB. Dengan asumsi bekerja selama 8 jam, pekerja yang sudah masuk pada jam tersebut diharapkan sudah bisa pulang pada pukul 15.00-15.30 WIB.
Untuk gelombang kedua, jam masuk kerja ditetapkan pukul 10.00-10.30 WIB. Dengan waktu kerja selama 8 jam, pekerja yang masuk lebih siang tersebut diharapkan sudah bisa pulang pukul 18.00-18.30 WIB.
Kebijakan ini berlaku untuk seluruh instansi pemerintah, BUMN, dan swasta. Artinya, ada jeda minimal 3 jam antar-shift nantinya. Dalam surat edaran juga disebutkan jumlah minimal pegawai yang bekerja dalam shift diatur secara proporsional mendekati perbandingan 50:50 untuk setiap shift.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menjelaskan, padatnya pengguna transportasi umum pada jam-jam masuk kerja memang tak terhindarkan. Padahal, pemerintah sedang gencar mengampanyekan jaga jarak bagi masyarakat, termasuk pengguna moda transportasi.
"Data yang kita dapatkan untuk satu moda transportasi saja, KRL, kita melihat bahwa lebih dari 75 persen penumpang KRL adalah para pekerja, baik ASN, atau pegawai BUMN, atau swasta. Kalau diperhatikan, hampir 45 persen mereka bergerak bersama-sama di sekitar jam 5.30-6.30 pagi," kata Yurianto dalam keterangan pers, Ahad (14/6).
Menurut dia, keramaian yang terjadi di moda transportasi umum pada jam berangkat kerja pagi hari sangat berisiko menjadi media penularan Covid-19. Dengan membagi jam masuk kerja menjadi dua gelombang, diharapkan kepadatan masyarakat di moda transportasi umum bisa terurai. "Agar protokol kesehatan benar-benar bisa dijamin," kata Yuri.
Kendati ada pembagian jam masuk kerja, Yuri menegaskan bahwa perusahaan harus tetap memberikan kelonggaran bagi karyawannya yang berisiko tinggi untuk tetap melakukan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah. Karyawan berisiko tinggi ini adalah mereka yang memiliki penyakit penyerta seperti tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit paru-paru, hingga pegawai yang usianya sudah lanjut.
"Diharapkan bisa tetap bekerja dari rumah. Ini penting. Ini upaya yang harus kita lakukan agar penularan di sarana fasilitas umum bisa diatasi," katanya.