Senin 15 Jun 2020 11:52 WIB

Adab Mandi Wajib Menurut Imam Ghazali

Setiap melaksanakaan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW ada adab.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Adab Mandi Wajib Menurut Imam Ghazali. Ilustrasi
Foto: safebee
Adab Mandi Wajib Menurut Imam Ghazali. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap melaksanakaan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW ada adab-adabnya. Termasuk saat hendak melaksanakan mandi wajib atau mandi junub untuk membersihkan diri dari hadas besar.

Imam Al Ghazali dalam kitab Bidayat al Hidayah menjelaskan, apabila manusia junub karena mimpi, berhubungan badan dan lain-lain, maka basuh kedua tangan tiga kali dengan air dan bersihkan kotoran yang ada di badan. Selanjutnya laksanakan wudhu seperti wudhu hendak melakukan sholat beserta doa-doanya. Kemudian basuh kedua kaki supaya air tidak sia-sia.

Baca Juga

Setelah melakukan wudhu dan membaca doa-doanya. Tuangkan air ke atas kepala tiga kali sambil berniat menghilangkan hadas besar atau hadas junub. Kemudian tuangkan air ke sebelah kanan dan kiri badan.

Selanjutnya gosok bagian depan dan belakang badan serta kepala yang ditumbuhi rambut. Bersihkan jenggot dan sela-sela tubuh lainnya terutama yang ditumbuhi rambut baik yang tipis maupun tebal. Tapi, jangan sekali-kali menyentuh kemaluan setelah wudhu tadi. Jika kemaluan tersentuh tangan maka harus wudhu sekali lagi.

Imam Al Ghazali menjelaskan, perkara-perkara yang wajib dalam mandi wajib ini di antaranya niat, menghilangkan najis dari badan jika ada dan meratakan air ke seluruh anggota badan. Sementara, perkara yang wajib dalam wudhu adalah niat, membasuh muka sekali, membasuh kedua tangan sampai kedua sikut sekali, menyapu sebagian dari kepala sekali, dan membasuh kedua kaki sampai mata kaki sekali. Semua itu dilakukan dengan tertib.

Menurut Imam Al Ghazali, selain dari perkara-perkara yang wajib ini hukumnya adalah sunah muakad. Tentu kelebihannya sangat banyak, pahalanya besar, dan orang yang tidak melakanakan sunah akan rugi. Sebab sunah adalah penutup kekurangan yang ada pada yang wajib.

"Rasulullah SAW bersabda: Allah Ta'ala telah berfirman (di dalam hadits qudsi) tidak ada suatu cara yang lebih sesuai untuk hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan melakukan ibadah yang Aku fardukan atas mereka, dan senantiasa seorang hamba mendekatkan diri kepada Aku dengan menambah amalan yang sunah-sunah (setelah mereka melakukan yang fardu), sehingga Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya maka Akulah pendengaran yang ia mendengar dan Akulah penglihatan yang ia melihat dengannya dan Akulah lidahnya yang ia bercakap dengannya dan Akulah tangannya yang ia menyentuh dengannya dan Akulah kakinya yang ia berjalan dengannya." (HR Bukhari dari Abu Hurairah).

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement