REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) mengatakan akan mendirikan kembali pos jaga dan melanjutkan latihan militer di daerah-daerah garis depan, Rabu (16/6). Negara ini pun akan membatalkan kesepakatan penting pengurangan ketegangan yang dicapai dengan Korea Selatan (Korsel) selama dua tahun lalu.
Pengumuman itu dikeluarkan sehari setelah Korut menghancurkan kantor penghubung antar-Korea. Pembongkaran itu adalah tindakan paling provokatif sejak Korut memasuki pembicaraan nuklir pada 2018.
Staf Umum Korut mengatakan, unit-unit militer akan dikerahkan ke resor Gunung Diamond dan kompleks industri Kaesong, kedua wilayah di utara perbatasan yang dijaga ketat. Situs-situs itu dulunya merupakan simbol kerja sama antar-Korea dan telah ditutup selama bertahun-tahun karena perselisihan antar-Korea dan sanksi ekonomi karena program nuklirnya.
Korut mengatakan akan melanjutkan latihan militer dan membangun kembali pos penjagaan di daerah perbatasan. Negara ini juga akan membuka situs garis depan untuk menerbangkan balon propaganda menuju Korsel.
Upaya ini akan meningkatkan kesiapan militer garis depan ke sistem tugas tempur kelas tinggi. Sementara warga siap untuk meluncurkan selebaran terbesar yang pernah tersebar dengan cara bertubi-tubi.
Direktur departemen hubungan antar-Korea Korut, Jang Kum-chol, menjelaskan Seoul bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi. Hal ini akibat dari aktivis dan pembelot Korut di Korsel yang terus meluncurkan selebaran.
"Karena itu, tidak ada pertukaran atau pertukaran dengan pemerintah (Selatan). Tidak ada kata yang akan ditukar sama sekali," kata Jang.
Langkah-langkah ini akan mengakhiri perjanjian September 2018 yang dicapai selama diplomasi antar-Korea. Perjanjian ini sebelumnya bertujuan untuk menurunkan ketegangan militer di daerah perbatasan.
Perjanjian itu menuntut kedua Korea menghentikan latihan penembakan langsung, menghilangkan beberapa ranjau darat, dan menghancurkan pos-pos penjagaan di dalam perbatasan. Beberapa ahli luar mengatakan langkah-langkah ini merusak keamanan Korsel lebih banyak karena senjata nuklir Korut tetap utuh.
Pemerintah Korea Selatan tidak segera menanggapi pernyataan militer Korut. Namun, Kementerian Pertahanan mengatakan pihaknya akan menghadapi provokasi masa depan oleh Korut.
Langkah-langkah Korut telah menjadi kemunduran serius bagi upaya Presiden Korsel, Moon Jae-in. Moon memperjuangkan rekonsiliasi yang lebih besar dengan Korut, seperti bertemu pemimpin Korut Kim Jong-un, sebanyak tiga kali.
Pertemuan kepala negara itu merupakan kekuatan pendorong di belakang diplomasi antara Pyongyang dan Washington, termasuk pertemuan puncak pertama antara Kim dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Singapura pada Juni 2018. Hubungan antar-Korea telah tegang sejak pertemuan Kim-Trump kedua pada awal 2019 berantakan karena perselisihan atas sanksi.
Moon dan Kim, setelah tiga pertemuan pertama 2018, setuju untuk menghentikan semua bentuk aksi permusuhan satu sama lain, termasuk kampanye selebaran. Namun, perjanjian itu tidak secara jelas mengatakan bahwa pelibatan sipil juga harus dilarang.