Ahad 21 Jun 2020 12:14 WIB

Hadapi New Normal, UMKM Butuh Ekonomi Digital

Teknologi digital mendorong peluang tumbuhnya UMKM. 

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Dr Bambang Brodjonegoro berbicara pada Webinar Business Hack seri perdana dengan tema Tren Konsumen Ritel New Normal, Jumat  (19/6).
Foto: Dok IPB University
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Dr Bambang Brodjonegoro berbicara pada Webinar Business Hack seri perdana dengan tema Tren Konsumen Ritel New Normal, Jumat (19/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pandemi Covid-19 mengakibatkan krisis ekonomi global dengan kompleksitas masalah yang sangat berbeda dari krisis-krisis yang sebelumnya pernah terjadi. Hal tersebut tentu juga berdampak langsung pada keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), terutama dalam menghadapi pandemi dan new normal ke depan.

Karenanya, Science Techno Park (STP) IPB University bekerjasama dengan PT Ucoach Indonesia mengadakan Webinar Business Hack seri perdana dengan tema Tren Konsumen Ritel New Normal, Jumat  (19/6).

Dalam sambutannya, Prof Dr Bambang Brodjonegoro, menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan, zona krisis akibat pandemi ini, berdasarkan hasil kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia  (LIPI) tahun 2020, adalah terjadi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebesar 15,6 persen, penurunan pendapatan pekerja 40 persen. Bahkan 15 persen pekerja tidak lagi memiliki pendapatan. Sementara pekerja yang masih bertahan, sebagian besarnya bekerja dari rumah (Work from Home/WFH).

“Kondisi seperti ini langsung berimbas pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Terjadi penurunan penjualan produk UMKM. Berdasarkan hasil survey, 94.69 persen menurun. Yang tetap itu hanya 2,65 persen, yang meningkat juga 2,65 persen. Mayoritas UMKM memiliki kerentanan dalam waktu enam bulan ke depan, yang pada akhirnya berujung pada kemiskinan,” ujar Prof Bambang Brodjonegoro dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Dalam menghadapi new normal, Prof Bambang memperkenalkan konsep Less Contact Economy, yaitu suatu kegiatan ekonomi yang tetap berupaya memaksimalkan produktivitas atau output, dengan mensubstitusi setiap aktivitas fisik yang membutuhkan tatap muka menjadi digital. “Teknologi digital yang diterapkan dalam sektor ekonomi ini, akan mendorong peluang tumbuhnya UMKM yang menggerakkan ekonomi,” kata menristek.

photo
Rektor IPB University Prof Dr Arif Satria (Foto: Dok IPB University)

Sementara Prof Dr Arif Satria, rektor IPB University mengatakan, masalah yang biasa terjadi bagi UMKM atau startup adalah sulitnya akses market. Seringkali inovasi yang dihasilkan, hanya dinikmati oleh peneliti saja. Hadirnya STP IPB University dapat memperkuat startup baru untuk bisa masuk ke pasar dan dapat dirasakan manfaatnya untuk khalayak publik.

“Kita juga memiliki outlet Serambi Botani yang berisi produk inovasi para peneliti IPB University agar mudah diakses masyarakat. Kita ingin membuktikan bahwa produk inovasi perguruan tinggi itu hadir di market. Hal ini agar bisa memberikan kontribusi ekonomi sekaligus menjadi feedback untuk riset di kampus semakin relevan dengan kebutuhan masyarakat,” kata Prof Arif.

Sementara itu, Sir Harry Darsono PhD dari sudut pandang seorang seniman dan psikolog, mengatakan bahwa yang menentukan arah masa depan bangsa, tidak oleh pemuda, melainkan adalah kreativitas. Tidak selalu dari pemuda, kreativitas bisa lahir dari berbagai kalangan usia. Saat masa sulit seperti saat inilah, kata dia, orang-orang yang kreatif yang akan membuka jalan dan peluang-peluang baru sebagai solusi dari masalah yang ada.

Dalam kesempatan yang sama, Andrew Tani, Chief Executive Officer Andrew Tani & Co, menyebut, langkah pertama dan utama dalam transformasi di era digital adalah transformasi pola pikir yang diterapkan dengan membangun network organization dengan jaringan winning team. “Sehingga,  terwujud transformasi ke budaya digital,” ujar Andrew.

Sementara itu Pakar Retail and Consumer Strategist, Yongky Susilo mengatakan dalam dunia retail, bukan masalah online ataupun offline, tapi bagaimana kita harus mengganti bisnis model dengan fast, smart dan ecosystem.

“Bisnis model dulu adalah yang besar mengalahkan yang kecil. Tapi ke depan, yang cepat akan mengalahkan yang lama. Yang pandai, memakan yang dumb dan ekosistem mengalahkan yang sendiri. Sekarang gak bisa sendirian. Jadi inilah tiga bisnis model yang baru yang harus dimiliki Indonesia ke depan,” ujarnya.

Lebih lanjut Yongky mengatakan semasa pandemi Covid-19 ini memang menghasilkan kebiasaan baru. Namun menurutnya, perubahan kebiasaan itu bisa jadi tidak permanen. Orang akan kembali pada kebiasaan sebelumnya saat pandemi ini berakhir. Pada dasarnya, kebiasaan tidak bisa diubah dalam waktu singkat. Selesai Covid-19, kebiasaan orang untuk berbelanja offline, melakukan traveling pasti akan dilakukan kembali.

“Semua akan balik lagi, orang akan makan di luar lagi. Lantas bagaimana untuk bisnis online? Yang paling bagus untuk dijual di online itu lima kategori. Fashion, consumer electronics  and accessories, health and beauty, mom and baby products, dan home living. Fokus di lima ini, jadi jangan buang investasi terlalu banyak, sayang uangnya,” kata Yongky. 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement