REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, sistem pengawasan yang begitu ketat terhadap penempatan dana pemerintah di perbankan membuatnya seperti mati berdiri. Sebab, jumlah pihak yang melakukan pengawasan melebihi dari pihak pelaksananya.
Sri menuturkan, setidaknya ada tujuh institusi yang bertugas mengawasi langkah penempatan dana di perbankan. Selain dari penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dan Kepolisian, institusi Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan juga terlibat.
Belum lagi auditor dari tiap bank yang bertugas mengawasi setiap pergerakan dana. "Jadi, ada enam sampai tujuh institusi melototin, sehingga kita semua seperti mati berdiri. Belum gerak, tapi yang mengawasi lebih banyak daripada yang mengerjakan," ujar Sri saat menjadi pembicara dalam diskusi online IPB Business Talk Series, Sabtu (27/6).
Sri menambahkan, media dan masyarakat yang kini bisa mengakses informasi dengan mudah dan transparan. Ketatnya pengawasan dari berbagai arah ini diyakini Sri membuat potensi penyalahgunaan dana semakin kecil, dan diharapkan tidak ada.
Sri mengakui, keinginan untuk berbuat jahat dari pihak lain mungkin saja ada. Tapi, ia memastikan tidak memiliki niat maupun keinginan untuk menyalahgunakannya. "Kalau kita yang hidupnya sudah membangun reputasi untuk diri kita secara baik-baik, ya masa mau main-main dalam situasi begini," tuturnya.
Untuk membangun kepercayaan para pihak, Sri menekankan, pihaknya selalu berupaya merekam dan mencatat dengan baik setiap langkah saat membuat kebijakan. Notulensi sidang kabinet pun tercatat untuk memudahkan pemantauan rekam jejak, terutama ketika proses audit oleh pihak berwenang.
Sri mengakui, perekaman ini juga masih memiliki tantangan besar. Di satu sisi, pemerintah harus merekam tiap langkah dalam merumuskan kebijakan. Tapi di sisi lain, pemerintah harus menjaga beberapa informasi yang bersifat confidential. Misalnya, data Wajib Pajak (WP) dan data nasabah yang harus dilindungi sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang.
"Mencari titik sangat balance antara keduanya adalah suatu hal yang harus terus dibangun," ujar Sri.