Ahad 28 Jun 2020 13:27 WIB

Gerakan Pakai Masker, Upaya Rebranding Negeri dalam Penanganan Pandemi

Sejumlah tokoh negeri untuk menginisiasi Gerakan Pakai Masker (GPM).

Rep: Vina Anggita (swa.co.id)/ Red: Vina Anggita (swa.co.id)
Ustad Yusuf Mansur, salah satu Pendiri GPM.
Ustad Yusuf Mansur, salah satu Pendiri GPM.

Meski Indonesia sudah memasuki tatanan normal baru, tapi tren pasien positif Covid-19 di berbagai daerah belum juga melandai, bahkan di sejumlah daerah menunjukkan peningkatan. Kondisi ini mendorong sejumlah tokoh negeri untuk menginisiasi Gerakan Pakai Masker (GPM).

Sigit Pramono, Ketua Umum Gerakan Pakai Masker menyampaikan, pada dasarnya gerakan ini ingin menyiapkan suatu masyarakat yang siap menghadapi tatanan baru ketika Pembatasan Sosial Berskaa Besar (PSBB) dilonggarkan dan ketika orang sudah mulai beraktivitas di luar rumah.

"Pandemi Covid-19 yang melanda dunia menimbulkan dua isu yakni kesehatan dan ekonomi. Sudah banyak yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, tapi kita tahu pemerintah punya keterbatasan. Oleh karena itu, kondisi ini mengusik para tokoh untuk bisa membantu meringankan masyarakat yang terdampak pandemi," ujarnya saat peluncuran GPM secara online, Sabtu (27/06/2020).

Menurut dia, dengan membolehkan masyarakat melakukan aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya di luar rumah tetapi wajib memakai masker, akan membuat perekonomian dan kehidupan masyarakat bangkit kembali. Sebab, dengan memakai masker dapat menurunkan risiko tertular virus corona hingga 75%.

Sigit menjelaskan, target utama sosialisasi GPM saat ini adalah para pedagang pasar dan konsumen yang berbelanja di pasar tradisional. Sebab, ada kecenderungan para pedagang di pasar-pasar tradisional tidak disiplin mengenakan masker saat beraktivitas dan berhubungan dengan banyak orang.

Kesadaran mengenakan masker yang masih rendah tersebut, kata Sigit, akan berdampak pada kegiatan usaha di pasar-pasar tradisional, karena konsumen akan merasa khawatir untuk berbelanja di sana. Apalagi jika ditemukan pedagang yang terpapar Covid, seluruh pasar akan ditutup oleh pemerintah. Ini tentu saja merugikan pedagang dan konsumen.

Sigit melanjutkan, pada tahap awal 70% kegiatan GPM akan difokuskan pada upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk disiplin memakai masker melalui kampanye publik, sosialisasi, penyuluhan, serta edukasi masyarakat. Sementara 30% sisanya, akan menangani distribusi bantuan berupa sembako dan masker untuk masyarakat yang terdampak pandemi.

"Sampai akhir 2020, ditargetkan porsinya menjadi 50:50 dan akhir 2021 menjadi 70% sosial dan 30% kegiatan kampanye," tambah Sigit.

Untuk melakukan sosialisasi dan distribusi bantuan tersebut, GPM menggandeng BRI, Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo). BRI, GPM, dan Aparindo akan melakukan Penyuluhan Pakai Masker (PPM) kepada para pedagang pasar di 9.200 pasar rakyat anggota Aparindo di seluruh Indonesia. Program ini juga didukung penuh oleh Yayasan Summarecon Peduli, GEMAS, Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih (YPP), dan Rumah Zakat.

Penyuluhan akan dilakukan secara berjenjang, di mana GPM melakukan Penyuluhan untuk Penyuluh (PuP) dengan memberikan pembekalan pada para pengelola pasar anggota Asparindo, petugas BRI Unit Pasar atau BRIlink, atau calon penyuluh pedagang pasar yang lainnya. Para penyuluh pasar tersebut nantinya akan melakukan penyuluhan pakai masker kepada para pedagang pasar.

Adapun PuP telah dimulai pada 24 Juni lalu untuk 277 pasar se-Jabodetabek. Setelah seluruh pasar se-Jabodetabek, akan dilakukan PuP untuk pasar di Jawa Barat dan Banten pada 04 Juli 2020. Demikian seterusnya PuP akan dilakukan berturut-turut kepada para pedagang di Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan provinsi lain sampai 9.200 pasar mendapat penyuluhan.

"Ini menjadi wujud dukungan BRI pada masyarakat untuk kita bersama-sama bisa melawan pandemi, dan dapat membuat seluruh masyarakat beradaptasi dengan cara baru. Dengan GPM ini kami bersama-sama mengajak untuk mensosialisasikan memakai masker di pasar tradisional," ujar Handayani, Direktur Konsumer BRI.

Menurut Handayani, bisnis BRI sebagian besar ditujukan pada UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan menengah) di mana kontribusi UMKM ini 65,3% pada total PDB Indonesia dan menyerap 79% dari total tenaga kerja. Untuk itu, katanya, penting untuk bagaimana memastikan pelaku UMKM yang sedang menghadapi tekanan yang sangat berat ini agar bisa dijaga kelangsungannya.

"Selain membantu pembiayaan, kami juga memastikan bahwa pelaku UMKM selalu dalam keadaan sehat dan selalu dapat bekerja serta berkontribusi baik untuk menjadi motor penggerak perekonomian nasional," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Asparindo, Joko Setiyanto menyampaikan, "Pasar adalah salah satu penggerak perekonomian dan tempat berkumpulnya banyak orang. Dalam satu hari perputaran di Pasar Tanah Tinggi, Tangerang, Banten bisa mencapai 12 ribu orang yang keluar-masuk. Oleh karena itu, pasar menjadi salah satu tempat yang rawan penyebaran Covid-19," terangnya.

Sigit menambahkan, selain mengurangi jumlah korban pandemi Covid-19, tujuan utama GPM adalah melakukan rebranding negeri. Pasalnya, kata dia, Indonesia berada di peringkat 97 dari 100 negara yang paling aman dari pandemi Covid-19. Artinya, PSBB dinilai belum terlalu berhasil, koordinasi dan disiplin masyarakat yang rendah.

Jika masyarakat disiplin pakai masker maka itu dapat mengurangi jumlah korban pandemi. "Kita harus melakukan rebranding negeri Indonesia," ujar Sigit. Dari negara yang dianggap belum mampu menangani pandemi menjadi negara yang berhasil menangani pandemi.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement