Senin 29 Jun 2020 17:23 WIB

Media Barat Tuding Cina Batasi Kelahiran Etnis Uighur

Seringkali warga Uighur ditahan karena memiliki terlalu banyak anak.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Cina Paksa Wanita Uighur Konsumsi Pil Pengontrol Kehamilan (ilustrasi).
Foto: Tomomi Shimizu/ Handout via Reuters
Cina Paksa Wanita Uighur Konsumsi Pil Pengontrol Kehamilan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,XINJIANG -- Pemerintah Cina mengambil langkah-langkah drastis untuk memangkas tingkat kelahiran di kalangan warga Uighur dan minoritas lainnya. Informasi ini didapat menurut hasil penyelidikan yang dilakukan The Associated Press yang dilansir Al Arabiya.

Langkah ini, seperti dikutip Al Arabiya, menjadi bagian dari kampanye besar-besaran untuk mengekang populasi Muslimnya. Selain itu, langkah ini dianggap timpang ketika pemerintah yang sama mendorong sebagian mayoritas Han di negara tersebut untuk memiliki lebih banyak anak.

Dilansir di Al Arabiya, diberitakan sebelumnya perempuan Muslim Uighur telah mengutarakan perihal usaha pengendalian kelahiran secara paksa. Praktik ini ternyata jauh lebih luas dan sistematis daripada yang diketahui sebelumnya.

Informasi ini didapat menurut hasil penyelidikan yang dilakukan The Associated Press, berdasarkan statistik pemerintah, dokumen negara, serta wawancara dengan 30 mantan tahanan, anggota keluarga, dan mantan tahanan instruktur perkemahan.

Kampanye selama empat tahun terakhir di wilayah barat jauh Xinjiang mengarah pada apa yang oleh beberapa ahli disebut sebagai "genosida demografis".

Negara secara teratur menugaskan perempuan di sana untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Hasil wawancara dan data menunjukkn, negara juga memaksa penggunaan alat kontrasepsi, sterilisasi bahkan bahkan aborsi pada ratusan ribu wanita Muslim. Meski angka penggunaan IUD dan sterilisasi telah menurun secara nasional, namun di wilayah ini, penggunaan IUD meningkat tajam.

Langkah-langkah pengendalian populasi juga didukung dengan tindakan penahanan massal. Penahanan dilakukan baik sebagai ancaman maupun hukuman karena disebut tidak mematuhi aturan yang diberikan.

AP menemukan, memiliki terlalu banyak anak adalah alasan utama orang dikirim ke kamp-kamp penahanan. Orang tua dengan tiga atau lebih anak direnggut dari keluarga mereka, kecuali dapat membayar denda dengan jumlah besar.

Salah satu perempuan Uighur yang diminta untuk memasang IUD adalah Gulnar Omirzakh. Wanita Kazakh yang lahir di Cina ini diperintah memasang IUD setelah melahirkan anak ketiganya.

Dua tahun kemudian, pada Januari 2018, empat pejabat berkamuflase sebagai bagian dari militer mengetuk pintunya. Mereka memberi Omirzakh waktu tiga hari untuk membayar denda sebesar 2.685 dolar AS karena memiliki lebih dari dua anak. Sang suami, yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang sayur, ditahan.

Jika Omirzakh tidak bisa membayar denda, ia diancam akan bergabung dengan suaminya dan jutaan etnis minoritas lainnya di kamp-kamp pengasingan. Seringkali warga Uighur ditahan karena memiliki terlalu banyak anak.

"Mencegah orang memiliki anak adalah tindakan yang salah. Mereka ingin menghancurkan kita sebagai manusia," kata Omirzakh dikutip di Al Arabiya, Senin (29/6). Omirzakh lantas berhutang banyak untuk mengumpulkan uang dan memilih melarikan diri ke Kazakhstan.

Tingkat kelahiran di sebagian besar wilayah Uighur, di Hotan dan Kashgar, anjlok lebih dari 60 persen dari 2015 hingga 2018. Angka ini merupakan tahun terakhir yang tersedia dalam statistik pemerintah.

Ratusan juta dolar yang dicurahkan pemerintah ke dalam alat kontrasepsi telah mengubah Xinjiang dari salah satu daerah dengan pertumbuhan tercepat di Cina, menjadi salah satu yang paling lambat hanya dalam beberapa tahun. Hasil ini didapat berdasarkan penelitian baru yang diperoleh The Associated Press sebelum dipublikasi oleh pakar China, Adrian Zenz.

"Ini adalah bagian dari kampanye kontrol yang lebih luas untuk menaklukkan Uighur," kata kontraktor independen dengan Yayasan Korban Peringatan Komunisme nirlaba di Washington, D.C, Zenz.

Kementerian Luar Negeri China dan pemerintah Xinjiang tidak menanggapi beberapa permintaan komentar. Namun, Beijing telah mengatakan di masa lalu bahwa langkah-langkah itu semata-mata dimaksudkan agar muncul keadilan, yang memungkinkan anak-anak Cina Han dan etnis minoritas memiliki jumlah anak yang sama.

Kebijakan 'satu anak' China kini telah ditinggalkan. Sebelumnya pihak berwenang telah lama mendorong, kadang-kadang memaksa, penggunaan kontrasepsi, sterilisasi dan aborsi pada orang Cina Han. Tetapi, minoritas diizinkan memiliki dua hingga tiga anak jika mereka berasal dari pedesaan.

Kebijakan itu berubah di bawah Presiden Xi Jinping, pemimpin Cina yang paling otoriter dalam beberapa dekade. Segera setelah ia berkuasa, pemerintah merevisi peraturan kelahiran sehingga orang Cina Han di Xinjiang dapat memiliki dua atau tiga anak, seperti halnya minoritas.

Meski di atas kertas dianggap setara, dalam praktiknya Han Cina sebagian besar terhindar dari aborsi, sterilisasi, pemasangan IUD, dan penahanan karena memiliki terlalu banyak anak yang dipaksa pada etnis Xinjiang lainnya.

Sementara beberapa Muslim pedesaan, seperti Omirzakh, dihukum karena memiliki tiga anak yang diizinkan secara hukum.

Lima belas orang Uighur dan Kazakh mengatakan kepada AP mereka tahu orang-orang ditahan atau dipenjara karena memiliki terlalu banyak anak. Banyak yang menerima hukuman dalam hitungan tahun, bahkan puluhan tahun di penjara.

Begitu berada di kamp penahanan, perempuan menjadi sasaran IUD paksa. Dalam wawancara dan data yang didapat, bahkan tampak bekas suntikan pencegahan kehamilan dalam tubuh mereka.

Seorang mantan tahanan, Tursunay Ziyawudun, mengatakan dia disuntik sampai berhenti menstruasi. Berulang kali penjaga menendang perut bagian bawah selama interogasi berlangsung. Akibatnya, kini dia tidak bisa memiliki anak.

Ziyawudun mengatakan para wanita di kampnya diminta untuk menjalani ujian ginekologi dan mendapatkan IUD. Bahkan jika kedapatan sedang hamil, tidak tanggung-tanggung akan dilakukan aborsi.

Pada tahun 2014, lebih dari 200.000 IUD dikirimkan ke Xinjiang. Pada 2018, angka itu melonjak lebih dari 60 persen menjadi hampir 330.000 IUD.  Pada saat yang sama, penggunaan IUD turun tajam di tempat lain di China, karena banyak wanita mulai melepas alat kontrasepsi itu.

Statistik kesehatan Tiongkok juga menunjukkan ledakan sterilisasi di Xinjiang. Berdasarkan dokumen anggaran yang diperoleh Zenz, menunjukkan mulai tahun 2016, pemerintah Xinjiang mulai memompa puluhan juta dolar ke dalam program operasi pengendalian kelahiran.

Bahkan ketika tingkat sterilisasi anjlok di seluruh negeri, hal ini justru melonjak tujuh kali lipat di Xinjiang dari 2016 hingga 2018. Lebih dari 60.000 prosedur tercatat dilakukan.

Kampanye pengendalian kelahiran disebut dipicu oleh kekhawatiran pemerintah jika angka kelahiran yang tinggi di kalangan Muslim menyebabkan kemiskinan dan ekstremisme di Xinjiang. Meskipun program ini mengadopsi taktik kebijakan 'satu anak' China, kampanye yang berlangsung di Xinjiang berbeda dengan yang ditargetkan secara etnis.

“Niatnya mungkin bukan untuk sepenuhnya menghilangkan populasi Uighur, tetapi itu secara tajam akan mengurangi vitalitas mereka, membuat mereka lebih mudah berasimilasi,” kata seorang pakar Uighur di University of Colorado, Darren Byler. 

Sumber: https://english.alarabiya.net/en/News/world/2020/06/29/China-forces-Uighur-women-to-take-birth-control-to-suppress-Muslim-minority.html

sumber : Al Arabiya/The Associated Press
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement