REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Provinsi Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menyebut Jabar sudah bisa memproduksi secara mandiri semua peralatan medis untuk melawan Covid-19.
Menurutnya, dengan swasembada alat seperti PCR, rapid test, ventilator hingga alat pelindung diri (APD), Jabar bisa lebih maksimal dalam penanganan dan siap apabila dihadapkan dengan gelombang kedua Covid-19.
"Jabar sekarang bisa swasembada, itu mungkin bedanya Jabar dengan provinsi lain dan ini yang membuat kami lebih tenang terkait persiapan-persiapan kalau terjadi gelombang kedua," ujar Ridwan Kamil, dalam sesi wawancara daring dengan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia, dari Gedung Pakuan Bandung, Senin malam (29/6).
Saat ini, kata dia, 60 persen industri manufaktur di Indonesia berada di Jabar. Maka saat ada pandemi Covid-19 beberapa dari industri tersebut beralih menjadi memproduksi APD. Perusahaan alutsista milik pemerintah juga kini mampu memproduksi ventilator dan alat PCR. Tak hanya perusahaan, Jabar juga proaktif melibatkan institusi pendidikan untuk memproduksi sendiri alat rapid test yang jauh lebih akurat dan murah.
Menurut Emil, 60 persen industri hi-tech ada di Jabar maka saat ada Covid-19 industri dikoordinasikan memproduksi alat medis untuk melawan Covid-19. "Maka per hari ini kita ventilator sudah swasembada, APD sangat mencukupi, bahkan masker bedah berlimpah, alat rapid test juga bikin sendiri, alat PCR bisa diproduksi 100 ribu per minggu," kata Emil.
Kelengkapan alat medis, kata dia, membuat penanganannya Covid-19 di Jabar selalu maksimal. Emil malaporkan, tingkat kesembuhan hingga tanggal 27 Juni 2020 mencapai 17 orang per hari. Apabila dirata-ratakan, maka lebih banyak kasus yang sembuh dibanding positif aktif.
"Ini yang membuat Jabar dalam penanganan Covid-19 selalu maksimal," katanya.
Hal itupun, kata dia, terlihat dari jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit terus berkurang yang kini tinggal di angka 26 persen. Sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19 pun sudah kembali membuka pelayanan untuk penyakit umum.
"Saya berdoa tiap hari mudah-mudahan terus sampai akhinya nol persen tidak ada lagi yang dirawat karena Covid-19," kata Emil.
Sebelum memproduksi sendiri alat perang melawan Covid-19, kata dia, Jabar selalu menunggu kiriman dari pemerintah pusat yang harga barangnya pun cukup mahal dan harus impor. Hal itu menjadi salah satu penyebab terlambatnya penanganan.
"Sebelumnya kita nunggu drop-dropan dari pemerintah pusat, harga barangnya mahal dan harus impor jadi mau gerak cepat melawan musuh pun lambat, tapi sekarang semua in control jadi saya bisa pesan langsung, datangi pabriknya, lakukan tindakan dan buat keputusan," katanya.