REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prudential Indonesia memproyeksikan asuransi murni proteksi kesehatan akan semakin diminati pada semester II 2020. President Director Prudential Indonesia, Jens Reisch memprediksi pendapatan premi kemungkinan akan menurun pada 2020 namun akan lebih banyak produk asuransi terjangkau yang bisa dibeli oleh masyarakat.
"Prediksi saya rata-rata premi terkumpul akan lebih rendah, namun misi kita adalah semua masyarakat bisa beli produk proteksi jadi kita luncurkan yang lebih terjangkau dan murni proteksi," katanya, Selasa (30/6).
Masyarakat diprediksi akan lebih tertarik pada produk proteksi murni yang lebih praktis. Seiring dengan penurunan daya beli masyarakat karena Covid-19, produk yang terjangkau akan lebih dipilih. Covid-19 juga membuat masyarakat kini lebih sadar akan pentingnya perlindungan dari risiko kesehatan.
Pakar ekonomi dan asuransi kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Budi Hidayat menyampaikan, dengan segala dampak yang terasa jelas selama COVID-19, masyarakat harus bijak merencanakan keuangan. Terutama untuk mempersiapkan perlindungan kesehatan.
"Tantangan kesehatan yang kini makin kompleks melahirkan sejumlah risiko sakit, sehingga perencanaan keuangan yang tepat menjadi krusial agar terhindar dari pengeluaran katastropik," katanya.
Kategori katastropik ini ketika rumah tangga membelanjakan lebih dari 10 persen total pendapatan mereka, diukur dari tingkat konsumsi, untuk perawatan kesehatan. Faktanya, pada 2013, ada 4,2 persen penduduk atau sekitar 10,5 juta jiwa membelanjakan lebih dari 10 persen total pendapatan mereka untuk biaya kesehatan.
Angka ini naik menjadi 4,5 persen atau 11,8 juta jiwa pada 2017. Peluang kejadian belanja katastropik rumah tangga makin tinggi ketika ada anggota keluarga yang membutuhkan pelayanan rawat inap. Pada 2017, misalnya, kejadian belanja katastropik akibat risiko sakit di antara pasien yang butuh layanan rawat inap mencapai 27,9 persen atau 3,1 juta jiwa.
"Jika tidak disiasati dengan baik, maka pengeluaran katastropik yang merapuhkan kondisi finansial keluarga berpotensi terjadi pada siapa saja, tanpa pandang bulu," kata Budi.
Selain itu, riset pada 2015 yang ditujukan bagi para peserta asuransi yang baru saja keluar dari rumah sakit di enam provinsi (Jakarta, Jawa Timur, NTT, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara) menunjukkan bahwa 18 persen dari 2.728 pasien masih membayar biaya pengobatan dengan uang pribadi mereka.
Oleh karena itu, asuransi kesehatan dengan harga terjangkau dan memiliki manfaat komplit sangat dibutuhkan agar dapat melindungi kestabilan finansial di tengah biaya rumah sakit yang terus meningkat. Pada 2019, kenaikan biaya rumah sakit Indonesia diperkirakan meningkat 10,8 persen dari 2018, lebih tinggi dibandingkan beberapa negara Asia lainnya.