REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Imam Syafii merupakan salah satu ulama mazhab yang paling menjadi rujukan bagi Muslim Sunni khususnya yang berada di Indonesia.
Mengenal lebih jauh karyanya, umat Muslim juga perlu mengenai metode beliau dalam berijtihad.
Dalam buku Ushul Fiqih Mazhab Asy-Syafii karya Teuku Khairul Fazil dijelaskan, Imam Syafii dalam karya yang ditekankan langsung kepada muridnya, Rabin bin Sulaiman, mengidentikkan ijtihad dengan qiyas. Beliau menyimpulkan bahwa ijtihad adalah qiyas.
Namun demikian pada titik lain, dia menolak tegas metode istihsan karena metode tersebut merupakan pemikiran yang dianggap hanya berdasarkan pemikiran bebas manusia atas dasar kepentingan perilaku individual.
Syarat-syarat ijtihad yang dirumuskan Imam Syafii dalam kitab Ar-Risalah misalnya, sampai saat ini terus dipakai oleh pakar-pakar hukum Islam. Siapapun yang ingin berijtiad harus memenuhi syarat-syarat yang ada di dalamnya.
Di antaranya adalah harus mengetahui bahasa Arab, materi huum Alquran, bahasa yang bersifat umum dan khusus, serta mengetahui teori nasakh dan mansukh. Kemudian seorang ahli fiqih juga harus bisa menggunakan sunah dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran yang tegas dan jelas.
Ketika dia tidak menemukan sunnah, maka dia harus mengetahui adanya kesepakatan (konsesus) yang mungkin menginformasikan kasus-kasus yang ada. Adapun metode ijtihad Imam Syafii yakni dengan rujukan utama Alquran dan sunah, ijma, dan qiyas.