REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Pertahanan (Unhan) melakukan penelitian tentang situasi negara Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19. Rektor Unhan Laksamana Madya (Laksdya) Amarulla Octavian mengatakan, penelitian yang dilakukan Unhan banyak dipakai oleh komando atas dalam membuat kebijakan. Salah satu penelitian itu, terkait dengan membandingkan kondisi Indonesia dengan negara lain terkait pertumbuhan ekonomi yang melambat dan berpotensi kontraksi minus.
Menurut Octavian, meski Indonesia harus ketat menerapkan protokol kesehatan Covid-19, tetapi sektor ekonomi tetap harus digenjot. Karena itu, untuk sektor produksi, ia mendukung Indonesia harus bisa mandiri dalam pemenuhan sembako.
"Beras terutama kita genjot, gimana harus diversifikasi pangan. Pertimbangan di daerah bahan kebutuhan pokoknya adalah sagu maka disarankan masyarakat mulai sekarang menanam sagu. Masyarakat yang dulu sering bahan bakunya umbi-umbian disilakan, ada yang jagung, dan sebagainya," kata Amarulla dalam diskusi daring bertema 'Mengukur Kekuatan Pertahanan Kita Melawan Wabah Corona' yang disiarkan Facebook Rakyat Merdeka yang dilihat Republika pada Kamis (2/7).
Menurut Amarulla, bangsa Indonesia berabad-abad masyarakatnya makan berbagai jenis makanan. Ada yang makan beras, sagu, ketela, dan jenis umbi-umbian lainnya. Namun, ia heran mengapa ketika memasuki abad ke-20, masyarakat Indonesia harus makan beras semuanya.
Untuk itu, mantan komandan Seskoal itu mengajak bangsa ini melakukan peneltian untuk meyakinkan masyarakat tentang pentingnya diversifikasi pangan. Dengan begitu, ketergantungan terhadap beras sebagai bahan makanan pokok dapat dikurangi.
"Kalori dan protein sagu mungkin malah lebih tinggi dari beras atau nasi. Ini yang harus digenjot pemerintah untuk produksi. Lahan-lahan tebu dan pabrik-pabrik gula harus diaktifkan semuanya, garam, telur," kata Amarulla.
Dia juga menyinggung tentang lauk yang dikonsumsi masyarakat sebaiknya tidak lagi tergantung pada daging sapi semata. Amarulla mendukung agar masyarakat mengutamakan sekarang ini mengonsumi daging ikan. "Ikan di laut itu melimpah ruah. Sekarang kalau semua pasar-pasar tradisional dipenuhi ikan maka masyarakat mau tidak mau, suka tidak suka mengonsumsi ikan," kata Amarulla.
Dia menyarankan, pemerintah pusat bisa saja mengajak pemerintah daerah (pemda) mengadakan lomba memasak olahan ikan. Sehingga nanti didapat hasil mana yang menjadi favoritas masyarakat untuk dikonsumsi. Dengan begitu, menurut Octavian, ikan bisa menggantikan daging (yang masih impor) sebagai lauk utama masyarakat Indonesia.
"Ini adalah kreativitas-kreativitas yang dipicu oleh inovasi pemda, tak bisa kita selau bertumpu pada pemerintah pusat. Diharapkan sekali pemda harus aktif, dan sejalan pemerintah pusat."