REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai presiden negara Venezuela. Hal itu diputuskan oleh Pengadilan Tinggi Inggris.
Putusan itu dihasilkan setelah pengadilan melakukan pembahasan soal Guaido atau Nicolas Maduro yang harus mengendalikan emas senilai 1 miliar dolar AS (sekitar Rp 14,2 trilliun), yang tersimpan di London. Persidangan yang berlangsung pekan lalu selama empat hari itu merupakan persengketaan terbaru menyangkut emas. Persidangan juga memusatkan pembahasan pada siapa di antara dua sosok saingan itu yang sekarang dianggap Inggris sebagai pemimpin sah Venezuela.
Hakim Pengadilan Tinggi Nigel Teare menjatuhkan putusan bahwa Inggris telah secara resmi mengakui Guaido sebagai presiden sementara konstitusional Venezuela. Ia juga mengatakan bahwa, karena doktrin "Satu Suara" dan "Undang-undang Negara", pengadilan tidak menyelidiki keabsahan tindakan-tindakan Guaido.
"(Pengadilan Tinggi) mengeluarkan putusan itu atas dasar bahwa pengakuan seperti itu sesuai dengan undang-undang dasar Republik Venezuela dan telah menjalankan sikap itu sejak 4 Februari 2019."
Sarosh Zaiwalla, pengacara yang mewakili bank sentral Venezuela dukungan Maduro, mengatakan bank akan mengajukan banding atas putusan tersebut. Kasus itu merupakan bagian dari perselisihan yang sedang berlangsung antara bank sentral Venezuela (BCV) dan Bank Inggris (BOE) tentang akses pada emas, yang disimpan di brankas bawah tanah BOE.
Maduro mengatakan ingin menjual emas-emas tersebut untuk mendanai upaya negaranya dalam menangani wabah Covid-19, kendati sanksi yang diterapkan oleh negara-negara Barat akan membuat keinginan Maduro itu sulit terwujud. Jika banding BCV dikabulkan, bank itu bisa maju ke Pengadilan Banding London dalam beberapa minggu mendatang. Jika banding BCV di pengadilan London dikabulkan, pembahasan kasus itu akan dibawa ke Mahkamah Agung.